24 November 2010

BUNPO

PENULISAN PARTIKEL
• ‘wa’ ditulis ‘ha’  「は」
• ‘e’ ditulis ‘he’  「へ」
• ‘o’ ditulis ‘wo’  「を」

TANDA BACA
• Tanda baca titik (.) ditulis 「。」
• Tanda baca petik dua (“…..”) ditulis 「…」


POLA KALIMAT
(+) S は O です。
は   Sebagai partikel, tidak mempunyai arti.
です Sebagai predikat, artinya ‘adalah’.
Contoh
I.   わたくし は かいしゃいん です。
     わたし
     ぼく
     おれ
     ~たち
II. おたく
     あなた
     きみ
     おまえ
     おきゃくしま
      ~がた
III. かれ
      かのじょ


Partikel ‘no’ 「の」
Menggabungkan dua kata benda
ORANG SANUR
サヌル の ひと。
わたし は ギアニャル の アディ です。
MAHASISWA BAHASA JEPANG
日本語 の がくさい。
わたし は 日本語 の がくさい。

KATA PENUNJUK BENDA
この~ :ini (dekat dengan pembicara)
その~ :itu dekat (dekat dengan lawan bicara)
あの~  :itu jauh (jauh dengan kedua pihak)
どの~  :yang mana (kata Tanya)

~ : kata benda
このひと
»»  Read More...

BUDAYA SEBAGAI EKSPRESI PENGAMALAN AJARAN AGAMA HINDU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Agama merupakan kepercayaan kepada Tuhan serta segala sesuatu yang bersangkut-paut dengan itu. Dengan demikian sembahyang, beryadnya, melakukan kewajiban kepada sesama manusia adalah merupakan hal yang termasuk ke dalam agama.
Walaupun kita tidak cepat percaya kepada sesuatu, tetapi percaya itu merupakan hal yang juga diperlukan di dalam hidup. Orang yang tidak memiliki kepercayaan pada sesuatu, akan selalu dalam keadaan, ragu, tidak aman, curiga dan tidak mempunyai pegangan yang pasti. Percaya merupakan suatu sikap yang perlu ditumbuhkan di dalam diridan kita berharap bahwa apa yang kita percayai itu memang benar seperti apa yang kita duga. Karena agama itu adalah kepercayaan, maka dengan agama kita akan merasa aman dalam hidup ini dan karena memiliki rasa aman, kita akan merasakan ketetapan hati dalam menghadapi sesuatu. Dengan memiliki suatu agama, orang merasa memiliki suatu pegangan iman tertentu yang menambatkan ia pada suatu tempat berpegang yang kokoh. Tempat itu tiada lain dari pada Tuhan itu sendiri. Yang menjadi sumber semua ketenteraman dan semangat hidup ini mengalir. KepadaNya lah kita memasrahkan diri, karena tiada tempat lain dari padanya tempat kita kembali.

Selanjutnya, manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari budayanya sendiri, dalam arti manusia itu harus berperan dalam suatu proses kebudayaan. Kebudayaan tidak lain daripada hasil proses tindakan atau perlakuan akibat hubungan manusia dengan manusia dan alam lingkungannya sehingga dapat beradaptasi secara seimbang dan serasi. Pada suatu sisi, kebudayaan itu tidak bisa dipisahkan dengan kekuatan dan kemampuan berpikir untuk terciptanya kreasi termasuk kemampuan kerja dan mengolah kemampuan untuk mengembangkan dan beradaptasi dengan budaya lain.
Menurut para ahli Antropologi, suatu kebudayaan sedikit-dikitnya mempunyai tiga wujud, yaitu: pertama adalah dalam wujud gagasan, pikiran, konsep dan sebagainya yang berbentuk abstrak; kedua dalam bentuk aktifitas yaitu berupa tingkah laku berpola, perilaku, upacara-upacara serta ritus-ritus yang wujudnya lebih konkrit. Dan yang ketiga, yakni dalam bentuk benda yang bisa merupakan hasil tingkah laku dan karya para pemangku kebudayaan tyang bersangkutan dan oleh para ahli disebut dengan kebudayaan fisik. Lebih jauh dilihat maka kebudayaan itu setidak-tidaknya mempunyai tujuh unsur yang universal, ketujuh unsur yang universal tersebut terdapat pada semua kebudayaan yang ada di sentra dunia ini, baik yang kecil, terisolasi dan sederhana, maupun yang besar, komplek dan maju. Ketujuh unsur yang dimaksud adalah; bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi dan kesenian. Ketujuh unsur tersebut juga terdapat pada kebudayaan Indonesia dan kebudayaan daerah yang ada.


1.2        Rumusan Masalah
1.2.1  Bagaimana hubungan Budaya dan Agama Hindu?
1.2.2  Bagaimana Peran Budaya sebagai Ekspresi Pengamalan Ajaran Agama Hindu?

1.3        Tujuan Penulisan
1.3.1  Untuk mengetahui hubungan Budaya dan Agama Hindu
1.3.2  Untuk mengetahui Peran Budaya sebagai Ekspresi Pengamalan Ajaran Agama Hindu

1.4        Manfaat Penulisan
1.4.1  Menginformasikan kepada pembaca pentingnya sinergi antara Budaya dan Agama Hindu
1.4.2  Menginformasikan kepada pembaca Peran Budaya sebagai Ekspresi Pengamalan Ajaran Agama Hindu

1.5        Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis dalam menyelesaikan tulisan ini yaitu metode telaah pustaka dengan mencari informasi-informasi dari berbagai buku yang mendukung untuk dijadikan seabgai referensi. Selain itu informasi yang di dapat juga bersumber dari media elektronik (internet).

BAB II
PEMBAHASAN

2.1        Hubungan Budaya dan Agama Hindu
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhi yang dalam bentuk jamak menjadi buddhayah. Dalam bahasa Indonesia kata buddhi berarti budi atau akal. Jadi, kebudayaan adalah produk dari akal manusia. Wujudnya berupa gagasan atau sistem budaya, kenyataan, aktivitas atau sistem sosial dan benda-benda fisik. Secara universal unsur kebudayaan terdiri dari, sistem religi, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian dan sistem teknologi dan peralatan.
Unsur-unsur kebudayaan Hindu pada dasarnya sama dengan unsur-unsur budaya universal. Berkat aktivitas dan peranan para pedagang (vaisya) para pelaut (kesatria) dan terutama para brahmana setidak-tidaknya ada enam unsur budaya Hindu berpengaruh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, berupa unsur sistem religi (agama) berupa agama Hindu dan Buddha, kesenian berupa seni sastra, bangunan, patung dan seni hias, bahasa, yaitu bahasa Sansekerta, teknologi terutama arsitektur bangunan, organisasi sosial berupa konsepsi dasar sistem warna, sistem pengetahuan berupa ilmu kedokteran dan pengobatan.
Agama Hindu merupakan agama yang diyakini oleh masyarakat Hindu, yang bersumber dari Ida Sang Hyang Widi Wasa. Weda merupakan kitab suci agama Hindu yang diwahyukan melalui pendengaran rohani para Maha Rsi. Oleh karena itu Weda juga disebut dengan kitab suci SRUTI. Umat Hindu yakin dan percaya bahwa dunia dan segala isinya diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena Cinta Kasih Beliau. Cinta Kasih Tuhan untuk menciptakan sekalian makhluk sering juga disebut dengan YADNYA.
Dalam kitab Yajur Weda XXIII,62 disebutkan: “Ayam yajno Bhuvanasya” yang artinya Yadnya adalah pusat terciptanya alam semesta. Penciptaan adalah karya spiritual dari Yang Maha Esa dan sebagai kridanya memperlihatkan kemulianNya.
Weda sebagai kitab suci agama Hindu diyakini kebenarannya dan menjadi pedoman hidup Umat Hindu, sebagai sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari ataupun untuk waktu-waktui tertentu. Diyakini sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkannya adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa itu sendiri. Weda mengalir dan memberikan vitalitas terhadap kitab-kitab Hindu pada masa berikutnya. Dari kitab suci Weda lah mengalir nilai-nilai keyakinan itu pada kitab-kitab seperti; Smerti, Itihasa, Puruna, kitab Agama, Tantra, Darsana, dan Tattwa-tattwa yang diwarisi oleh umat Hindu sampai saat ini.
Weda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia dan setelah itu. Weda menuntun tindakan umat manusia sejak ada dalam kandungan sampai selanjutnya. Weda tidak terbatas pada tuntunan hidup individu, masyarakat, kelompok manusia, tetapi ia menuntun seluruh hidup dan kehidupan seluruh makhluk hidup.


2.2        Peran Budaya sebagai Ekspresi Pengamalan Ajaran Agama Hindu
Dalam kenyataan hidup bermasyarakat maka antara adat/budaya dan agama sering kelihatan kabur dan bahkan sering tidak dimengerti dengan baik. Tidak jarang suatu adat-budaya yang dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat dianggap merupakan suatu kegiatan keagamaan, ataupun sebaliknya, suatu kegiatan keagamaan dianggap adalah kigiatan budaya.
Sesungguhnya antara budaya dan agama terdapat segi-segi persamaannya tetapi lebih banyak segi-segi perbedaannya. Segi persamaannya dapat dilihat dalam hal bahwa kedua norma tersebut sama-sama mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat agar tercipta suasana ketentraman dan kedamaian. Tetapi disamping adanya segi persamaan, terdapat juga segi-segi perbedaan. Segi perbedaan itu akan tampak jika dilihat dari segi berlakunya, dimana perwujudan adat-budaya tergantung pada tempat, waktu, serta keadaan (desa, kala, dan patra), sedangkan agama bersifat universal.
Kalau diperhatikan, maka agama dengan ajarannya itu mengatur rohani manusia agar tercapai kesempurnaan hidup. Sedangkan adat budaya lebih tampak pengaturannya dalam bentuk perbuatan lahiriah yaitu mengatur bagaiman sebaiknya manusia itu bersikap, bertindak atau bertingkah laku dalam hubungannya dengan manusia lainnya serta lingkungannya, agar tercipta suatu suasana yang rukun damai dan sejahtera.
Dalam agama Hindu, antara agama dan adat-budaya terjalin hubungan yang selaras/erat antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi. Karenanya tidak jarang dalam pelaksanaan agama disesuaikan dengan keadaan setempat. Penyesuaian ini dapat dibenarkan dan dapat memperkuat budaya setempat, sehingga menjadikan kesesuaian “adat-agama” ataupun’budaya-agama’, artinya penyelenggaraan agama yang disesuaikan dengan budaya setempat.
Demikianlah terdapat didalam agama Hindu, perbedaan pelaksanaan agama Hindu pada suatu daerah tertentu terlihat berbeda dengan daerah yang lainnya. Perbedaan itu bukanlah berarti agamanya yang berbeda. Agama Hindu di India adalah sama dengan agama Hindu yang ada di Indonesia, namun kuliynya yang akan tampak berbeda. Sedangkan budaya agama adalah suatu penghayatan terhadap keberadaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam bentuk kegiatan budaya. Sejak munculnya agama Hindu, usaha memvisualisasikan ajaran agama Hindu kepada umat manusia telah berlangsung dengan baik. Para rohaniawan Hindu, para pandita, orang-orang suci mengapresiasikan ajaran yang terdapat dalam kitab suci Weda kedalam berbagai bentuk simbol budaya. Usaha ini telah terlaksana dari zaman ke zaman. Ajaran yang sangat luhur ini diwujudkan dan disesuaikan dengan desa, kala, dan patra pada waktu itu.
Kalau dilihat dari fakta sejarah, wujud budaya agama itu dari zaman ke zaman mengalami perubahan bentuk, namun tetap memiliki konsep yang konsisten. Artinya, prinsip-prinsip ajaran agama itu tidak pernah berubah yakni bertujuan menghayati Ida Sang Hyang Widi Wasa. Kepercayaan terhadap Ida Sang Hyang Widi Wasa, menjadi sumber utama untuk tumbuh dan berkembangnya budaya agama dan ini pula yang melahirkan variasi bentuk budaya agama. Variasi bentuk itu disesuaikan dengan kemampuan daya nalar dan daya penghayatan umat pada waktu itu. Budaya agama yang dilahirkan dapat muncul seperti “upacara agama”.
Upacara agama pada hakikatnya tidak semata-mata berdimensi agama saja, tetapi juga berdimensi sosial, seni budaya, ekonomi, manajemen dan yang lainnya. Melalui upacara agama, dapat dibina kerukunan antar sesama manusia, keluarga, banjar yang satu dengan banjar yang lain. Upacara agama juga melatih umat untuk bisa berorganisasi dan merupakan latihan-latihan manajemen dalam mengatur jalannya upacara. Lewat upacara agama ditumbuhkan juga pembinaan etika dan astetika. Upacara agama merupakan motivator yang sangat potensial untuk melestarikan atau menumbuhkembangkan seni budaya, baik yang sakral maupun yang profan. Bahkan upacara agama merupakan salah satu daya tarik pariwisata dan dapat menunjang kehidupan manusia. Keseluruhan budaya agama dalam bentuk upacara agama tersebut merupakan usaha manusia mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widi wasa untuk mewujudkan kedamaian dan kebahagiaan yang abadi.
Seperti halnya manusia, tubuh merupakan hasil budaya agama itu sendiri, sedangkan agama Hindu merupakan jiwa atau rohnya agama tersebut. Satu contoh misalnya, budaya agama Hindu pada masyarakat Hindu di Bali dan budaya-budaya Hindu di daerah yang lainnya yang ada di Indonesia.
Kita mengetahui bahwa pada zaman dahulu dan mungkin pada saat sekarang di tanah jawa, bagaimana kitab sastra Hindu seperti Ramayana dan Mahabharata telah disadur ke dalam bahasa Jawa kuno oleh para Empu atau Rsi pada masa itu. Bagaimana umumnya orang-orang Jawa banyak yang tidak tahu, bahwa kitab tersebut, sesungguhnya, adalah kitab-kitab agama Hindu, tetapi umumnya mereka mengenal bahwa, kitab tersebut atau cerita tersebut adalah cerita “pewayangan” milik orang Jawa.
Dari kitab suci Weda oleh para Rsi, Pandita atau orang-orang suci Hindu di Indonesia dengan mengambil jiwa atau idealisme yang dikandungnya kemudian dikodifikasi sehingga lahirlah kitab-kitab sastra yang pada hakikatnya adalah ajaran Hindu yang terdapat dalam kitab suci Weda.
Satu contoh tentang keyakinan akan gunung sebagai tempat suci, berstananya para Dewa dan para roh suci leluhur atau orang-orang suci. Dalam konsep keyakinan umat Hindu, terdapat keyakinan atau ajaran tentang penghormatan kepada roh suci leluhur.
Dalam kitab suci Weda Smerti (Manawadharma Sastra Bab II, 81) disebutkan:
“Swadiyayanarcaret samsimnhomair dewa nya thawidhi,
Pitrcm craddhaicca nrrnan naibhutani balikarmana”
Artinya:
“Hendaklah ia sembahyang yang sesuai menurut peraturan kepada Rsi dengan pengucapan Weda, kepada Dewa dengan haturan yang dibakar, kepada para leluhur dengan Sraddha, kepada manusia dengan pemberian makanan, dan kepada para Bhuta dengan upacara kurban”.

Seperti juga disebutkan dalam kitab Upanisad, maka seorang Rsi adalah seorang Acarya, yang patut dihormati seperti dewa. “Acarya Dewa Bhawa” (Tatirya Upanisad I, 11.1). Atas dasar sraddha inilah umat Hindu menghormati para Rsi, orang-orang suci, baik ketika ia masih hidup maupun setelah meninggal nanti.
Demikianlah misalnya umat Hindu di India memuja dan menghormati maha Rsi Vyasa, Agastya, Parasara, Sangkara Carya, Sri Rama Krama, Swami Wiwekananda dan lain-lain. Hal inilah yang melatarbelakangi timbulnya pemujaan leluhur dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa terdapat pada suatu tempat suci atau pura di Indonesia.
Dalam kitab Ramayana yang umurnya mungkin lebih tua dari kelompok masyarakat Indonesia yang memiliki kepercayaan penghormatan kepada para leluhur. Pada kitab tersebut diceritakan bagaimana figur ideal orang Hindu yang taat beragama, yang ditokohkan sang Dasaratha bahwa Beliau ahli dalam weda, bhakti kepadda Tuhan dan tidak pernah lupa memuja leluhur.
Dalam kitab Rg Weda VIII.6.28 disebutkan:
“Di tempat-tempat yang tergolong hening, di gunung-gunung, pada pertemuan dua sungai, disanalah para Maha Rsi mendapatkan inspirasi yang jernih”.
Gunung bukanlah hasil karya manusia, namun merupakan buah karya dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tetapi gunung dipakai oleh umat Hindu sebagai arah atau kiblat penghayatan untuk mendapatkan kehidupan yang direstui Tuhan. Sesungguhnya yang dituju adalah “Amerta”. Amerta, artinya hidup yang sempurna umat Hindu yang dirasakan secara langsung. Gunung dapat memberikan kehidupan, gunung adalah waduk yang dapat menampung bermilyar-milyar kubik air hujan yang turun dari langit. Air itu lalu mengalir menciptakan sungai yang mengalirkan air sepanjang tahun untuk memberikan kehidupan kepada makhluk. Gunung dijadikan arah dan sebagai lambang singgasana Tuhan dan para roh suci leluhur.
Dalam ajatan Hindu antara budaya dan agama terdapat benang merah, yang satu sisi dapat saling mengisi satu dengan yang lainnya, budaya atau adat bukanlah musuh atau saingan yang haarus dibasmi dan dicurigai, dalam artian adat budaya yang positif dapat mendukung pelaksanaan acara agama dan ternyata prinsip Hindu yang merangkul budaya dan adat-istiadat lokal nampaknya sejalan dengan program pemerintah yang berusaha membangkitkan segala bentuk adat dan budaya daerah.



BAB IV
PENUTUP

1.1        Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:
Ø      Agama merupakan suatu keyakinan akan keberadaan Tuhan yang menjadikan sumber ketentraman dan semangat hidup serta kepadaNya jugalah kita akan kembali.
Ø      Agama Hindu dengan kitab suci Weda sebagai pegangan dan dasar hidup serta kehidupannya meyakini bahwa Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang Maha Suci telah menurunkan ajaran Weda melalui Para Maha Rsi, dan mengajarkannya kepada umat manusia melalui berbagai cara dan menyesuaikannya dengan tempat, waktu serta keadaan yang berlaku pada masa itu.
Ø      Dalam ajaran Hindu, agama dan budaya (adat-istiadat) yang berlaku pada suatu daerah terjalin hubungan yang erat dan saling mempengaruhi. Sepanjang prinsip ajaran Hindu itu tidak berobah dan bertentangan, maka budaya agama yang berkembang dapat dipergunakan sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran suci Weda kepada umat manusia.
Ø      Dalam pandangan Hindu, budaya daerah yang nilainya positif, yang mendukung kearah terciptanya ketentraman dan kedamaian didalam hidup akan dirangkul dan bukan dianggap sebagai suatu ancaman atau musuh yang harus dimusnahkan dan dicurigai. Dengan dimikan agama dan budaya (adat-istiadat) dapat hidup saling berdampingan, saling mengisi seperti apa yang diharapkan dan diprogramkan oleh pemerintah untuk tetap utuh dan bersatunya bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta.


1.2        Saran
Sebagai umat Hindu kita harus menjunjung tinggi nilai budaya  dalam kehidupan sehari-hari sebagai dasar untuk mengamalkan ajaran Agama Hindu.


DAFTAR PUSTAKA

http://speqlen.co.cc/2008/09/02/hubungan-agama-dan-budaya-dalam-hindu/
http://www.e-banjar.com/
»»  Read More...

23 September 2010

KATAKANA

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Katakana adalah salah satu daripada tiga cara penulisan bahasa Jepang. Katakana biasanya digunakan untuk menulis kata-kata yang berasal dari bahasa asing yang sudah diserap ke dalam bahasa Jepang (外来語/gairaigo)selain itu juga digunakan untuk menuliskan onomatope dan kata-kata asli bahasa Jepang, hal ini hanya bersifat penegasan saja.

Daftar isi

[sembunyikan]

Huruf-huruf Katakana

Tabel I

Tabel pertama ini berisi huruf-huruf katakana standar. Jika komputer Anda tidak mempunyai font bahasa Jepang, lihat tabel ketiga untuk huruf-huruf dasar. (huruf dalam warna merah sudah tidak digunakan):
a i u e o
ka ki ku ke ko キャ kya キュ kyu キョ kyo
sa shi su se so シャ sha シュ shu ショ sho
ta chi tsu te to チャ cha チュ chu チョ cho
na ni nu ne no ニャ nya ニュ nyu ニョ nyo
ha hi fu he ho ヒャ hya ヒュ hyu ヒョ hyo
ma mi mu me mo ミャ mya ミュ myu ミョ myo
ya
yu
yo
ra ri ru re ro リャ rya リュ ryu リョ ryo
wa wi
we wo

n
ga gi gu ge go ギャ gya ギュ gyu ギョ gyo
za ji zu ze zo ジャ ja ジュ ju ジョ jo
da ji zu de do
ba bi bu be bo ビャ bya ビュ byu ビョ byo
pa pi pu pe po ピャ pya ピュ pyu ピョ pyo

Tabel II

Tabel kedua berisi huruf-huruf tambahan dalam zaman modern. Ini biasanya digunakan untuk merepresentasikan kata-kata dari bahasa asing.


イェ ye


ウィ wi
ウェ we ウォ wo
ヴァ va ヴィ vi vu ヴェ ve ヴォ vo

シェ she


ジェ je


チェ che


ティ ti トゥ tu


テュ tyu


ディ di ドゥ du


デュ dyu

ツァ tsa ツィ tsi
ツェ tse ツォ tso
ファ fa フィ fi
フェ fe フォ fo

フュ fyu


»»  Read More...

HIRAGANA

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Hiragana (ひらがな、平仮名) adalah suatu cara penulisan bahasa Jepang dan mewakili sebutan sukukata. Pada masa silam, ia juga dikenali sebagai onna de (女手) atau 'tulisan wanita' karena biasa digunakan oleh kaum wanita. Kaum lelaki pada masa itu menulis menggunakan tulisan Kanji dan Katakana. Hiragana mula digunakan secara luas pada abad ke-10 Masehi.

Kegunaan Hiragana

  • menulis akhiran kata (okurigana,  送り仮名). Contoh: okuru (mengirim) ditulis: 送. Yang bercetak tebal itulah okurigana.
  • menulis kata keterangan (adverb), beberapa kata benda (noun) dan kata sifat (adjektif).
  • perkataan-perkataan yang penulisan Kanji-nya tidak diketahui atau sudah lama tidak digunakan.
  • menulis bahan bacaan anak-anak seperti buku teks, animasi dan komik (manga).
  • menulis furigana, dikenal juga dengan rubi, yaitu teks kecil di atas kanji, yang menandakan bagaimana suatu kata dibaca. Misalnya:
べんきょう
勉強 する

Huruf-huruf Hiragana

Berikut adalah tabel yang menampilkan daftar huruf-huruf hiragana beserta romanisasi Hepburnnya (huruf dalam warna merah sudah tidak digunakan):

huruf hidup yōon
a i u e o (ya) (yu) (yo)

ka ki ku ke ko きゃ kya きゅ kyu きょ kyo
sa shi su se so しゃ sha しゅ shu しょ sho
ta chi tsu te to ちゃ cha ちゅ chu ちょ cho
na ni nu ne no にゃ nya にゅ nyu にょ nyo
ha hi fu he ho ひゃ hya ひゅ hyu ひょ hyo
ma mi mu me mo みゃ mya みゅ myu みょ myo
ya
yu
yo
ra ri ru re ro りゃ rya りゅ ryu りょ ryo
wa wi
we wo

n

ga gi gu ge go ぎゃ gya ぎゅ gyu ぎょ gyo
za ji zu ze zo じゃ ja じゅ ju じょ jo
da (ji) (zu) de do ぢゃ (ja) ぢゅ (ju) ぢょ (jo)
ba bi bu be bo びゃ bya びゅ byu びょ byo
pa pi pu pe po ぴゃ pya ぴゅ pyu ぴょ pyo
»»  Read More...

MENTERJEMAHKAN BUYI DALAM BAHASA JEPANG

Bunyi Panjang
- A → Ã / AA
- I → II
- U → Ü/UU
- E → Ē/EE *EI dibaca Ē
- O → Ō/OO/OU


Bunyi Konsonan
- K → KEKKON
- S → ZASSHI
- T → KITTE
- P → KIPPU

Menterjemahkan Bunyi Bahasa Asing
L → R contohnya BALI → BARI

Huruf Mati yang Berdiri Sendiri dalam Sebuah Kata Pada Umumnya berubah ke Suara ‘U’
YULIARTA → YURIARUTA
*Huruf ‘D’ dan ‘T’ berubah ke suara ‘O’
PADMA → PADOMA
ATMA → ATOMA

Terjemahan dari Bahasa Inggris
V → B
• TELEVISION → TEREBISHON
VITAMIN → BITAMIN

AR,IR,UR,ER,OR → Ã
• CAR → KÃ
• SIR → SÃ
• TOUR → TSUÃ
• WRITER → RAITÃ
• MOTOR → MOTÃ
»»  Read More...

10 March 2010

BABAD MENGWI AKHIR ABAD 14-AKHIR ABAD 17

Pada tahun 1343di mana majapahit berhasil menakklukan bali di bawah pimpinan patih gajah mada dan para arya salah satu yang ikut menggempur bali dari arah selatan { kuta } yaitu arya kenceng yang kemudian oleh patih gajah mada ditugaskan untuk menjaga keamanan daerah bali bagian barat dan tinggal di sebuah desa bernama buahan, bersama arya sentong dan arya belog kaba-kaba serta arya delancang di kapal. Sekitar tahun 1347 M, empat {4}putera puruhito gajah mada yang tertua tinggal menjadi adipati di pasuruan, yang kedua menjadi adipati di blambangan, yang ketiga {wanita} menjadi adipati di sumbawa dan yang keempat menjadi adipati di bali { sri kresna kepakisan } sri kresna kepakisan beristrikan seorang brahmani dari gria ketepengreges pasuruan jatim yang kedua diperistri oleh betara arya kenceng dan yang ketiga diperistri oleh arya sentong. Arya kenceng dengan istri brahmani tersebut mempunyai dua putera :1 gusti raka atau dewa raka atau bergelar sri megada prabu, 2 gusti rai atau dewa rai atau bergelar sri megada nata dari istri kedua yang berasal dari desa tegeh, betara arya kenceng juga berputera dua orang : 1 kyai tegeh kori, 2 istri tegeh { kawin dengan pangeran asak di kapal }. Ketika kerajaan badung dilanda suatu masalah sehingga raja badung { gusti pinatih } meninggalkan badung menuju desa guliang klungklung, maka bendesa mas badung datang menghadap ke pada betara arya kenceng supaya menganugerahkan seorang puteranya untuk di nobatkan sebagai raja badung, maka dari itu arya kenceng menganugerahkan putera yang ketiga yaitu kyai tegeh kori untuk dinobatkan sebagai raja badung dan bila berputera nanti semoga ada yang kembali ke wilayah mengwi maka kyai tegeh kori akhirnya di boyong ke badung oleh bendesa mas dan kemudian bendesa mas mempersembahkan puterinya untuk diperistri oleh kyai tegeh kori sebagai pusat kerajaan ada di wilayah tegal sebelah selata kuburan badung. Kini diceritakan kembali kyai tegeh kori dengan istri bendesa mas berputera dua orang yaitu : 1 kyai gede tegeh dan 2 kyai made tegeh selanjutnya kyai gede tegeh sebagai putera mahkota tetap tinggal di badung namun kyai made tegeh dengan keris I kala tadah pergi kearah utara sampai di mengwi membuat puri dan menjadi raja mengwi sebagai mana pesan kakeknya kepada kyai tegeh kori dengan pebencangah tri mandala maka sebagai seorang raja yang menganut darma agama maka beliau juga membuat tri kayangan namun yang pertama dibuat adalah pura dalem atau oleh beliau disebut pura dalem blerong, barulah kemudian beliau membangun pura desa puseh , pura penataran dalem serta ulun suwi di mana letak pura desa yang pertama di sebelah barat batas desa beringkit dan mengwi. Kyai made tegeh yang kemudian bergelar kyai agung anglurah mengwi I yang berkuasa dari sebelah utara atau barat beringkit sampai di kuwum sembung dengan wilayah yang cukup luas maka banyak rakyat daerah lain datang untuk mengabdi. Sekitar tahun 1408 M kyai made tegeh sebagai raja mengwi bersama kaki twa membangun sebuah pura di pesisir tanah let di atas sebidang batu pipih di bawah pohon kendung sebagai penyiwian jagat { pura subak } sebagai tempat bersemayam hyang sedana tra kemudian pura itu diberi nama pura luhur pekendungan pada masa pemerintahan dalem ketut ngulesir { sri semara kepakisan } yang merupakan pendiri puri gelgel dan masa pemerintahan kyai langwang yang baru memindahkan pusat kerajaan ke tabanan dari buahan. Sekitar tahun 1478 danghyang nirartha datang ke bali pada masa pemerintahan dalem waturengong berkuasa di gelgel {majapahit mengalami keruntuhan }danghyang nirartha sempat sembahyang ke pura luhur pekendungan dan setelah usai beliau pergi kearah timur laut di sana beliau menancapkan sebuah tanda {sawen} lalu pergi ke wilayah mengwi ,karena merasa kehausan danghyang nirartha meminta air minum namun rakyat memberikan air dengan mempergunakan alat sehari hari { cedok },maka beliau mengatakan etika rakyat itu tani dan beliau bertanya apakah nama wilayah ini ? rakyat itu menjawab mengwi maka danghyang nirartha bertanya lagi apakah ada raja atau ratu ,maka rakyat itu menjawab ada disebelah utara maka akhirnya danghyang nirartha bersabda mulai saat itu pusat mengwi di beri nama mengwitani dengan batas di sebelah utara puri { bantas } dan sebagian mengwi utara di beri nama mengwi gede. maka beliau melanjutkan perjalanan ke utara setelah dijemput oleh utusan raja mengwi di mana beliau akhirnya mendapatkan penghormatan yang cukup maka beliau akhirnya menyarankan raja mengwi untuk membuat sebuah pura di sebelah timur laut pura luhur pekendungan yang telah di beri tanda { sawen} maka kemudian setelah selesai raja mengwi memberikan nama pura tersebut pura dangin sawen

Akhirnya beliau melanjutkan perjalanan ke Mengwi bagian utara ,karena rakyat amat berbakti maka dibangunlah duabuah pura bernama pura taman sari dan Pura Sakti serta memberikan anugrah kepada rakyat atas permohonannya untuk menjadi brahmana dengan satu sisia {rakyat} juga menetapkan daerah tersebut bernama Mengwi Gede.namun tri kahyangan tetap berada di selatan namun hal tersebut baru terlaksana atau terealisasi ketika I gusti agung putu mulai menjadi raja di mengwi pada tahun 1700M
Ketika danghyang nirartha melanjutkan perjalanan ke timur , rakyat di sana sedang melakukan pesta di mana mereka membuat babi guling begitu mendengar danghyang nirartha datang maka spontan rakyat tersebut menyembunyikan babi guling tersebut di bawah atap angkul-angkul seraya rakyat tersebut mengintip dari balik sebelah daun pintu {pintu kuadi} maka danghyang nirartha sedikit kesal, lalu mengutuk babi guling itu menjadi mentimun {timun guling} maka mulai saat itu daerah / desa tersebut di beri nama Gulingan dan bersabda rakyat di daerah itu tidak boleh menggunakan pintu berdaun dua.
masa akhir kekuasaan raja mengwi I datanglah seorang utusan Dalem Waturenggong yang bermimpi melihat tanah Garu ( harum ) di wilayah Mengwi , maka diutuslah seorang pejabat dari Arya Petandakan untuk menelusuri keberadaan tanah tersebut, namun beliau mengingatkan supaya Arya Petandakan setelah sampai di kerajaan Mengwi mohon ijin terlebih dahulu ke pada raja kerajaan Mengwi yaitu Kyai Made Tegeh yang bergelar Kyai Agung Anglurah Mengwi I. Setelah tanah harum itu didapat Arya Petandakan bukannya kembali ke Gelgel untuk melaporkan kepada Dalem Waturenggong justru tanah tersebut ditempati sendiri oleh Arya Petandakan. Maka Dalem Waturenggong setelah sekian lama menunggu akhirnya beliau bersama pengawalnya berangkat menuju kerajaan Mengwi dan langsung menuju Puri Mengwi bertemu dengan Kyai Agung Anglurah Mengwi I. Setelah diadakan perjamuan serta mendapat penjelasan yang cukup dari Raja Mengwi maka Dalem Waturewnggong berniat menemui Arya Petandakan. Namun di tengah jalan beliau berhenti karena beliau merasa tidak pantas lagi menempati tanah tersebut. Maka dari tempat itulah beliau bersabda bahwa Arya Petandakan tidak pantas dan tidak akan bisa menjadi raja untuk selanjutnya. Maka belakangan di tempat beliau ( Dalem Waturenggong ) bersabda itulah dibangun sebuah pura bernama Pura Dalem Waturenggong / pura batur oleh rakyat Mengwi pada masa pemerintahan Kyai gede tegal ( Kyai Agung Anglurah Mengwi II ) Kyai Agung Anglurah Mengwi II setelah ditinggal wafat oleh ayahnya beliau juga membangun sebuah pura di sebelah tenggara puri untuk mengenang kebesaran serta kemuliaan ayahnya sebagai pendiri kerajaan mengwi yang kemudian diberi nama Pura Pelet ( Ida Ratu Gede atau Ida Ratu Ngurah Agung ).
Pada saat terjadi pembrontakan Kyai Batan Jeruk terhadap Dalem Bekung maka kyai gede tegal ( Kyai Agung Anglurah Mengwi II ) bersama raja badung III { tegeh kori }serta raja tabanan { Cokorde winalwan } bersama sama menumpas atau mengusir kyai batan jeruk dari gel gel dan kyai batan jeruk melarikan diri kearah timur dengan menyeberangi tukad unda, maka atas jasa tersebut semua pemimpin pasukan yang membantu dalem bekung baik tabanan, badung, maupun mengwi mendapat hadiah berupa keris, namun raja mengwi mohon di berikan sesuatu yang oleh raja mengwi dilihat menyala di dalam gedong penyimpanan pusaka maka oleh dalem karena senjata itu belum sempurna dan berbentuk tombak sehingga diberi nama Ki baru pandak.
Kyai ngurah pemayun yang bergelar { kyai agung anglurah mengwi III } turut menggempur kekuasaan ngurah telabah di kuta bersama raja badung IV { tegeh kori } ketika ngurah telabah mendurhaka dengan melarikan diri serta meninggalkan prajurit ketika berhadapan dengan kebo mundar { lombok }, maka dari itu wilayah kuta merupakan wilayah mengwi juga, dari badung yang gugur pada saat itu adalah kyai putu tegeh yang merupakan paman dari kyai macan gading dan jambe merik serta gelogor.
Kyai ngurah pemayun yang bergelar Kyai Agung Anglurah Mengwi III menerima wilayah jimbaran dan kuta ketika puteri raja badung IV yang bernama kyai luh tegeh kawin dengan kyai ngurah agung, kyai ngurah pemayun (kyai Agung Anglurah mengwi III) melamar putri raja badung ke IV yang bernama kyai luh tegeh. Dimana kyai luh tegeh sebenarnya telah bertunangan dengan kyai jambe merik namun raja mengwi tetap melamar juga kepada raja badund IV { tegeh kori }. Kyai jambe merik adalah putera dari kyai jambe pole namun lamaran raja mengwi akhirnya diterima juga oleh raja badung , karena beliau berdua adalah mindon oleh raja badung kemengwi di anggap lebih pantas dan lebih agung maka diperintahkan juga untuk mencari hari baik namun raja mengwi tidak membuang kesempatan segera memboyong kyai luh tegeh untuk dipertemukan dengan puteranya sehingga kejadian ini memangkitkan kemarahan kyai jambe merik dan kyai macan gading serta ayahnya yaitu kyai jambe pole maka digempurlah kekuasaan tegeh kori di badung. Untuk itu raja badung IV dari dinasti tegeh kori jatuh dan beralih ke utara untuk tinggal sementaa di kapal. Karena permintaan bantuan kepada raja mengwi tidak dihiraukan dengan utusan kyai ketut timbul { kesah ke denbukit } maka dari itu raja badung IV bersama putera tertua beralih ke tegal tamu.
Beliau juga pernah melakukan perang tanding dengan raja Denbukit Panji sakti ketika anaknya dilamar atau dipinang yang bernama Gusti Ayu Rai.
Setelah runtuhnya tegeh kori akhirnya kyai jambe merik membangun puri di sebelah timur tukad badung bernama peken pasah, kyai macan gading membangun kuri pemecutan Di mana panji sakti ketika hendak memperluas wilayah kekuasaannya ke badung di mana di puri pemecutan yang berkuasa saat itu adalah kyai macan gading dengan seorang puteranya yang masih muda namun perkasa ,ketika peperangan berlangsung pasukan panji sakti dapat dipukul mundur oleh putera perkasa tersebut kemudian putera tersebut bergelar betara sakti pemecutan .
Ketika panji sakti mundur dari daerah badung maka panji sakti dapat mampir ke puri mengwi serta dijamu dengan baik oleh raja mengwi di situlah panji sakti melihat puteri raja mengwi yang bernama gusti ayu rai seketika itu pula panji sakti mohon pamit kepada raja mengwi untuk kembali ke denbukit Setelah sampai di Denbukit maka disitulah Panji Sakti mengutus patih kerajaan untuk segera meminang putri raja Mengwi yang bernama I Gustu Ayu Rai, namun sayang pinangan tersebut dianggap penghinaan oleh raja Mengwi, di situlah akhirnya raja Mengwi kembali mengutus patih tersebut untuk supaya Panji Sakti datang sendiri dan berperang ( Perang Tanding ) dengan raja Mengwi, dan jika bisa mengalahkan raja Mengwi barulah Panji Sakti bisa memboyong Gusti Ayu Rai untuk dijadikan permaisuri.
Setelah selesai patih melaporkan maka Panji Sakti cepat naik pitam dikerahkannya pasukan untuk segera berangkat ke kerajaan Mengwi. Baru sampai di perbatasan kerajaan Mengwi yaitu desa Perean dan Kuwum pasukan di hentikan untuk istirahat di situ pula seorang pembesar diutus untuk menghadasp raja Mengwi untuk segera menyerahkan Gusti Ayu Rai, Namun raja Mengwi kembali mengutusnya supaya Panji Sakti lekas kembali ke Denbukit jika takut perang tanding melawan raja Mengwi karena yang dikehendaki oleh raja Mengwi bukanlah pertempura antara prajurit dan rakyat maka Panji Sakti akhirnya melanjutkan perjalanan dan sesampainya di Mengwi Panji Sakti menyatakan siap akan perang tanding, namun raja Mengwi malah menyuruh Panji Sakti untuk beristirahat dengan baik supaya raja Mengwi tidak di anggap menyerang lawan dalam posisi lemah karena perang tanding akan dilaksanakan keesokan harinya. Di sana pula raja Mengwi menyuruh prajurit beliau untuk menjamu prajurit Denbukit serta beliau meyakinkan kedua belah pihat bahwa tidak ada perang antar prajurit atau rakyat. Untuk lebih meyakinkan prajurit Mengwi ikut bergabung bersama prajurit Denbukit. Setelah hari dan saat yang dinanti tiba baik raja Mengwi atau Panji Sakti bersiap-siap untuk perang tanding, setelah keduanya menyatakan siap, maka perang tandingpun di mulai. Beliau sama-sama tangkas serta cakap dalam taktik perang dan menggunakan senjata, setelah seharian penuh beliau berdua menguras keringat maka perang tandingpun dihentikan oleh raja Mengwi, maka raja Mengwi bersabda bahwa dalam perang tanding itu tidak ada yang kalah maupun yang menang disitulah Panji Sakti bersabda bahwa beliau juga mengakui keberadaan serta kesaktian raja Mengwi, oleh karena Panji Sakti merasa tidak mampu mengalahkan Raja Mengwi maka sore itu juga beliau mohon diri untuk kembali ke Denbukit namun hal itu dihalangi oleh raja Mengwi serta beliau bersabda kembali bahwa tujuan ayahmu ini perang tanding hanya supaya anakku Panji Sakti mengetahui serta tidak meremehkan keberadaan ayahmu sebagai raja Mengwi maka perang tanding harus dilaksanakan, jika anakku Panji Sakti kembali ke Denbukit sebaiknya lanjutkan perjalanan esok hari serta ajaklah adikmu Gusti Ayu Rai ikut serta ke Denbukit dan jadikan permaisuri.
Sekitar tahun 1639 sampai 1641 Sri Dimade memerintahkan ngurah Tabanan ( Kyai Wayan Pemadekan, Kyai Made Pemadekan dan Ngurah Tamu Pacung ) untuk menyerang Blambangan guna mengusir prajurit Mataram yang telah menduduki wilayah itu. Namun Kyai Wayan Pemadekan dapat ditawan dan dijadikan menantu oleh raja Mataram sehinggga berputra Raden Tumenggung. Setelah Kyai Made Pemadekan kembali dan tidak berapa lama meninggal di Tabanan maka ayahnya yang bergelar Cokerde Winawan menggantikan untuk sementara waktu mengungat cucu-cucunya masih kecil saat itu beliau bergelar Cokorde Mekules. Kyai Ngurah Agung ( Kyai Agung Anglurah Mengwi IV ) yang beristrikan Kyai Luh Tegeh dari Badung atas perintah Cokorde Mekules Tabanan supaya membantu Ngurah Ayunan dalam menghadapi kakaknya Ngurah Tamu ( Pacung ). Setelah berhasil mengalahkan Kyai Ngurah Tamu maka semua kekayaan diambil alih oleh Kyai Ngurah Ayunan dan semua prajurit ( wadua ) diambil alih oleh raja Mengwi ( Kyai Ngurah Pupuan )
Kyai ngurah agung yang bergelar Kyai Agung Anglurah Mengwi IV atas perintah Cokorde Mekules beliau membantu Ngurah Ayunan untuk menyerang kakaknya yaitu kerajaan Pacung ( Kyai Ngurah Tamu )
Yang berada di sebelah selatan ayunan dan sebelah uatara kapal, setelah kyai ngurah ayunan menang beliau bergelar kyai ngurah pacung sakti dan pindah dari ayunan ke perean .
Kyai ngurah tegeh { kyai agung anglurah mengwi V } dan gusti ayu bongan yang beribukan kyai luh tegeh putera raja badung ke IV, yang mana kemudian I gusti ayu bongan kawin lagi dengan putera kyai macan gading yang bernama betara sakti pemecutan maka dari itu wilayah kuta dan jimbaran kembali diserahkan kepada betara sakti pemecutan. Kyai agung anglurah mengwi V pernah menumpas pembrontakan diarah barat daya dari pandak gede ketika itu beliau meninggalkan sebagian prajuritnya ditimur hanya beliau beserta sebagian prajuritnya menyerang kearah barat namun begitu berhasil menumpas gerakan yang ada dibarat serta merta begitu melihat ke timur maka prajurit beliau { mengwi } juga dapat ditaklukkan oleh musuh maka dari itu beliau memutuskan dan bersabda kepada prajurit pengiring supaya mengikuti beliau berjalan kearah musuh dengan memangul pusaka ki baru pandak dengan catatan jika prajurit lawan tidak mendahului maka prajurit mengwi juga tidak boleh menyerang. Mana kala beliau berjalan di tengah tengah musuh yang telah memberikan jalan karena prajurit musuh melihat api besar sebesa kurungan ayam diatas pusaka yang di panggul oleh raja mengwi.
Kyai ngurah tegeh juga mendirikan pura bernama pura dalem sari di sebelah selatan puri , ceritanya dilanjukkan dibelakang
Kyai ngurah gede agung yang bergelar Kyai Agung Mengwi VI bersama Ngurah Cemenggon Beringkit beserta Ngurah Ngui { Petandakan } menyerahkan kerajaan serta mandat kekuasaan kepada Gusti Agung Putu di Belayu sebagai bukti setia Kyai Agung Anglurah Mengwi VI menyerahkan sebuah senjata tombak sakti bernama Ki Baru Pandak, maka pada saat itulah putera betara sakti pemecutan datang dan berteduh di bawah pohon beringin di depan pura desa beringkit dengan menyandarkan senjata pusaka sehingga menyebabkan beringin itu mengeluarkan asap maka oleh gusti beringkit beliau di antar ke puri agung pupuan mengwi namun karena kyai agung anglurah mengwi IV barusaja menyerahkan kekuasaan kepada I gusti agung putu di belayu atas kerajaan mengwi maka dari itu putera tersebut yang bernama kyai lanang pupuan ( kyai pupuan )di ajak tinggal bersama di puri Agung pupuan saren kelod oleh pamannya kyai ngurah gede agung dan salah seorang pengiring / abdi beliau dari keluarga penataran ( bandem ) di berikan tempat di sebelah utara puri .ketika I gusti agung putu pindah dari belayu ke bekak dan mengalahkan pasek badak maka keluarga penataran tersebut di haturkan untuk di jadikan bala putra { bata batu }.
Diceritakan kembali setelah Kyai Nyoman Pemedilan atau Kyai Macan Gading Wafat di Watuklotok dalam pertempuran menumpas pembrontakan Kyai Agung Dimade pada masa pemerintahan Dalem Dimade maka Kyai Agung Dimade setelah merasa terdesak oleh pasukan Panji Sakti dan Dewa Jambe maka mundur kearah barat dan sampai di Jimbaran yang merupakan wilayah kerajaan badung { pemecutan } sebagai tatadan I gusti ayu bongan puteri raja mengwi IV maka atas perintah cokorde sakti Pemecutan kepada bawahannya supaya mengusir kyai agung dimade dari jimbaran maka kyai agung dimade beralih ke kapal bersama putera yang ke II bernama kyai agung made anom karena memang raja kapal adalah saudaranya dan I gusti agung putu yang merupakan putera pertama dari kyai agung dimade tinggal di kuramas. Belakangan setelah panji sakti berputra Panji Wayahan dan memegang kekuasaan di Denbukit maka di kerajaan Mengwi terjadi pelimpahan kekuasaan dimana I Gusti Agung Putu cucu dari I Gusti Agung Dimade ( I Gusti Agung Badeng ) Setelah berhasil dalam semedi di Puncak Mangu maka beliau bersama 40 rakyat ( pengiring ) dari Marga berhasil merabas hutan yang angker dan beliau membangun puri, darisana kemudian daerah itu di sebut Belayu ( Bala Ayu). Nah disitulah Raja Mengwi yang bergelar Kyai Agung Mengwi VI menyerahkan kerajaan serta mandat kekuasaan atas kerajaan Mengwi yang terbentang dari sebelah barat dan utara beringkit sampai sebelah selatan Perean kepada I Gusti Agung Putu sebagai bukti setia dan tunduk maka Kyai Agung Anglurah Mengwi VI yang kemudian disebut Ngurah Pupuan menyerahkan sebuah senjata tombak sakti bernama Ki Baru Pandak. Belakangan beliau berpindah dari Belayu ke Bekak pada saat peresmian puri tersebut maka di situlah Pasek Badak diundang dan dikalahkan, lagi-lagi atas nasehat orang Cina maka puri di pindah lagi kearah tenggara serta tetamanan beliau yang bernama Taman Ganter diserahkan kepada rakyat dan orang Cina tersebut membangun taman baru di antaran dua sungai dengan cara bembendung di sebelah selatan maka kelihatan taman tersebut berada di tengah danau yang kemudian bernama Taman Ayun. Setelah kerajaan dirasa aman kehidupan rakyat makin baik dan tentram karena I Gusti Agung Putu mampu memimpin rakyatnya serta berwibawa. Ketentraman sedikit terusik oleh ulah Panji Wayahan yang ingin memperluas wilayah kerajaan Denbukit seperti cita-cita ayahnya kearah selatan. Di situlah I Gusti Agung Putu yang bergelar Cokorde Sakti Mengwi menjadi murka dan segera mengerahkan prajurit untuk menggempur kekuasaan Panji Wayahan di Denbukit, maka terjadilah pertempuran yang amat dasyat, yang mana akhirnya terjadi kekalahan di pihak Panji Wayahan. Disitulah akhirnya Panji Wayahan supaya Denbukit tidak dikuasai oleh Mengwi maka wilayah Blambangan yang dulu didapat oleh ayahnya kini di serahkan kepada raja Mengwi. Pada suatu hari raja Mengwi hendak melihat-lihat daerah jajahannya yaitu Blambangan, pada saat beliau hendak berangkat maka beliau menitipkan kerajaan Mengwi kepada raja Tabanan yang sekaligus paman dari hubungan nenek yaitu Gusti Alit Dauh di mana dulu gusti alit dauh pernah dibantu oleh kyai agung dimade { kyai agung badeng } ketika hendak mengalahkan kyai malkangin dengan bantuan kyai agung dimade { kyai agung badeng } kapal, yang kemudian bergelar Sri Megada Sakti. Setelah cokorde sakti mengwi datang dari Blambangan maka beliau bergelar Cokorde Sakti Blambangan.
Kini diceritakan kembali I Gusti Agung Putu setelah menerima senjata Tombak Sakti Ki Baru Pandak, lalu beliau mengutus kembali Ngurah Pupuan untuk mengempur kekuasaan Ngurah Batu Tumpeng ( Kekeran ) karena beliau teringat akan masa lalu dimana beliau pernah dikalahkan oleh Ngurah Batu Tumpeng atas nama raja Mengwi. Setelah Ngurah Batu Tumpeng kalah dan terbunuh ada sebagian keluarganya yang lari kearah barat.



»»  Read More...

27 February 2010

CERITA UPANISAD : UMA DAN DEWI EMAS

Atas keinginan siapa pikiran (mind) berfungsi? Siapa yang pertama meletakkan tenaga vital menjadi gerakan? Ini merupakan pertanyaan-pertanyaan eternal. “Barman atau Spirit/Roh Transenden dan Imanen,” jawab para Rsi, yang terungkap dalam Kenopanisad. Ia tidak dapat dilihat oleh mata, tidak pula dapat didengar oleh telinga. Pun tidak diketahui oleh pikiran. Spirit adalah pelihat dari mata, pendengar dari telinga dan mengetahui mengetahui dari pikiran (mind). Melalui kekuatan spirit yang menembus ke segalanya yang menyebabkan semuanya berfungsi. Ia berada di luar jangkauan indria dan hanya bias dirasakan sebagai suatu keberadaan yang Agung melalui intuisi. Itulah spirit yang tidak lain adalah Tuhan Yang Maha Esa dan bukan dewa-dewa yang disembah orang. Inilah ajaran Kenopanisad dan disajikan dalam sebuah alegori Uma, Dewi Keajikan Spritual.

Saat ini adalah saat diskusi. Pada menjelang malam ketika matahari tergantung di ufuk barat dan awan berkejar-kejaran dalam keremangan senja, seorang Rsi sedang duduk di bawah sebatang pohon di Asramanya bersama sekelompok pengikut atau murid muda usia yang duduk melingkarinya. Segalanya dalam suasana sederhana dan suci. Pantaslah tempat itu bermukim orang-orang suci yang terkenal karena kehidupan kontemplasi dan kerja yang baik. Persembahyangan malam baru saja selesai dan pemuda-pemuda tersebut mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
Pada hakikatnya manusia adalah mahkluk yang mempunyai rasa ingin tahu. Ia tidak pernah puas dengan apa yang ia lihat. Ia ingin membuktikan hal-hal yang belum diketahuinya atau hal-hal yang di luar kemampuannya. Apakah hanya itu? Apakah tidak ada lagi di belakang tubuh yang nampak dan pikiran yang tak nampak? Maka pikiran selalu bertanya dan mengerti ke dalam alam sadar sampai tabir-tabir disingkarkan. Ia mempunyai sisi untuk mengetahui Realitas Tertinggi atau Terakhir yang disebut Brahman.
“Atas perintah siapa pikiran bergerak ke arah objek-objek? Siapa yang pertama menentukan kekuatan-kekuatan vital bergerak? Dan atas keinginan siapa mata, telinga dan tenaga ujaran berfungsi?
Itulah daftar pertanyaan yang luar biasa. Rsi pada Kenopanisad dengan tenang berkata, “Kekuatan yang mengillhami semua itu adalah satu dan tak nampak. Ia berada di belakang dan diluar semua itu yang berfungsi secara kasat mata. Ia mendengar pendengaran, melihat penglihatan dan mengetahui pikiran. Tidak juga indria-indria kita, pun pikiran benar-benar mmahami realitas. Mereka semuanya bergerak dan berpindah melalui tenaga yang meresap pada semua eksistensi. Energi yang memancar dari satu pusat itu adalah Tuhan dan apa yang disembah oleh manusia sebagai dewa-dewa semata-mata hanya merupakan refleksi-refleksinya. Ia hanya mengetahui dan menyadari kebenaran ini akan menikmati keabadian. Disini dan sekarang dalam kehidupan ini merupakan kesempatan untuk mengetahui kebenaran agung ini, kalau tidak, maka kesempatan yang besar ini akan hilang selamanya”
“Lalu, siapa yang begitu beruntung menyadari kebenaran ini yang anda bicarakan dan puji-puji? Bagaimana bisa mengetahui bahwa seseorang memiliki kebenaran dari kebenaran-kebenaran tersebut?” pertanyaan berikutnya.
“Baiklah,” Kata Sang Rsi. “Bukan ia hanya mengatakan aku mengetahuinya. Ia tahu sedikit . tetapi pencari yang sederhana dan rendah hati yang mulai dengan berkata “Aku tidak mengetahui” mengetahui kebenaran. Ia perlahan-lahan menerangi pikirannya seperti matahari terbit. Ketika sekali saja disadari. Spirit selalu hadir padanya melalui keempat keadaan sadar. Jiwanya tumbuh dan berkembang dari kekuatan ke kekuatan dan kesadarannya atas kehadiran yang tak ternoda dan membekatinya dengan kehidupan kekal abadi”.
Sang rsi lalu memandang muka beberapa murid-muridnya dan dapat melihat bahwa mereka belum memahami secara penuh apa yang telah disampaikan. Lalu, beliau menceritakan sebuah alegori/kiasan untuk menjelaskan ajarannya pada amalam itu.
“Sahabat-sahabat mudaku”, Iamulai. “Kalian telah mendengar perselisihan antara dewa-dewa dan raksasa. Pada suatu hari dewa-dewa menang dalam pertempuran melawan raksasa-raksasa. Kemenangan itu melalui bantuan Brahman. Tetapi karena kebodohannya, mereka menajdi takabur dan sombong”. Mereka berpikir, “Sungguh kemenangan ini adalah milik kita”.
Brahman muncul untuk mengetahui hal ini. Ia berpikir untuk mengajar mereka dan membuat mereka sadar terhadap keterbatasannya. Saat-saat mereka berada di tengah-tengah kenikmatan mereka. Ia tiba-tiba muncul dalam wujudnya. Tetapi bagaimana mereka tahu, buta karena keegoisan sifatnya yang suka dipuji-puji? Mereka melihat bahwa makhluk yang menakjubkan ada di depannya tetapi mereka tidak dapat mengenalinya. Lalu, mereka berpikir dengan serius untuk mengetahuinya dengan beberapa cara. Mereka mengutus Agni, dewa api, juga dikenal sebagai satu-satunya yang maha tahu, untuk menemukan siapa mahkluk itu sesungguhnya.
Agni mendekati makhluk yang aneh itu. Brahma bertanya, “Siapa anda? “Mengapa? Saya Dewa Agni yang terkenal, yang dikenal sebagai dewa yang mengetahui segalanya.
“Apabila demikian, boleh saya tahu kekuatan apa yang Anda miliki?”
“Baiklah, saya dapat menghanguskan segalanya yang ada di atas bumi dan di langit dan apa saja yang ada di tujuh dunia.”
“Brahman meletakkan sehelai daun rumput kering di depan Agni dan berata, “Bagus yang mulia, bakarlah rumput ini dan keharusan.”
Agni mencoba dengan seluruh kekuatanna untuk membakar habis. Tetapi ia tidak dapat apalagi menghanguskan. Ia merasa malu dan pergi kembali kepada dewa-dewa dan mengakui ketakmampuannya untuk mengetahui siapa sebenarnya makhluk yang aneh itu.
Vayu, dewa angin kemudian diminta agar pergi menemukan siapa dia yang menggagalkan usaha Agni. Vayu berangkat dengan kepercayaan diri yang besar dan berpikir bahwa ia akan berhasil.
Ketika ia mendekati Brahman, ia ditanya, “Siapakah anda?”
“Saya dikenal sebagai dewa angin. Saya juga dikenal sebagai dewa yang mampu menjelajahi langit yang maha luas”.
“kekuatan apa yang mencirikan diri Anda?” Tanya Brahman berikutnya.
“Saya dapat menghempaskan semua benda yang mengisi tanah dengan kebebasan yang dashyat,” kata Vayu.
“Nah cobalah ini. “Brahman meletakkan sekeping jerami di depan Vayu dan memintanya agar menghempaskannya.
Vayu mencoba kekuatannya untuk menghempaskan jerami itu tetapi tidak dapat memindahkannya dengan nafasnya. Ia juga akhirnya istirahat dan memberitahukan sahabat-sahabatnya bahwa itu berada di luar kemampuannya untuk mengetahui siapa orang aneh itu.
Para dewa lalu menghadap Rudra, raja dari dewa-dewa.
“Oh yang maha Agung, lihatlah apakah Paduka dapat memahami manusia unik ini yang telah mengalahkan dua dari kita.”
Indra, raja kuat dari dewa-dewa setuju. Ia mendekati makhluk tersebut . sebelum ia dapat berhubungan dengan ia. Brahman telah menghilang dan di tempat yang persis sama berdirilah seorang wanita cantik jelita. Ia adalah Uma, dewi dari pengetahuan spiritual, yang bercahaya emas.
Indra menjadi tegugah untuk bertanya kepadanya. “Siapa orang yang telah berdiri di sini sebelum Anda berdiri disini?”
Uma berkata, “Ketahuilah pikiran-pikiran yang sempit, ia adalah Brahman. Beliulah yang telah meraih kemenangan bagi Anda, kemenangan atas raksasa-raksasa. Banggalah kepadanya yang telah meraih kemenangan bagi Anda”.
Ketika Indra menyadari bahwa ia adalah Brahman menampakkan diri di depan dewa-dewa, lalu ia pergi mendekat teman-temannya itu dan mengatakan kebenaran. Mereka semua menyadari semua kebodohannya dan kagum kepada pengetahuan Sprit Yang aha Agung.
Spirit kilatkan petir membelah langit berawan daam kehidupan mata. Visi Brahman menerangi kesadaran kita seperti tertatik pada objek-objek kesukannya dan mengingatnya berulang-ulang, kita harus mengejar dan menangkap cahaya-cahaya realitas dan berkontemplasi pada mereka. Hanya realitas itu yang benar-benar dipuji di dunia Karena Tuhan Yang maha Esa, Brahman dan Realitas Akhir adalah sama.
Dengan menoleh sekitarnya, Sang Rsi berkata, “Inilah pengetahuan Brahman, realitas Radisional dan Inamen Kebenaran adalah tubuh dan tempat tinggal Brahman. Semua pengetahuanna bagiannya, kontrol diri, dan perbuatan baik merpakan pendukungnya.”
Bahagia dengan cara gurunya mengajar, sisya-sisya tersebut mohon diri kembali ke tempat tinggalnya masing-masing menerapkan apa yang telah mereka pelajari.

»»  Read More...

Cerita Upanisad : NACHIKETA (Sang Pencari Kebenaran )

Yama adalah Dewa Kematian. Tugasnya adalah melihat apakah manusia telah diadili dengan benar. Beliau duduk dalam pengadilan atas semua tindakan makhluk hidup.
Seorang pencari kebenaran muda memberanikan diri pergi menghadap ke Dewa Kematian untuk mengetahui kebenaran tentang hakikat jiwa manusia dan tujuannya. Dengan pencariannya yang teguh dan tujuannya. Dengan pencariannya yang teguh dan dengan kesederhanaannya, ia membujuk Yama untuk mengajarkan pengetahuan mistik tentang jiwa dan Spirit yang Agung. Apa yang terjadi? Ia menggali dari yama ajaran tentang jalan realisasi kebenaran tertinggi. Jalan inilah yang kemudian dikembangkan menjadi aliran Yoga yang lebih ilmiah oleh Patanjali. Cerita berikut menguraikan pertualangan Nachiketa muda.

“Kehadapan dewa Kematian, apakah aku mengorbankan kamu,” kata seorang ayah Vajasrava yang sedang marah kepada Nachiketa muda. Ia menyatakan kehidupannya yang beruntung selama satu Kurban.
Vajasvara adalah seorang kepala rumah tangga ambisius dan selalu berpikir untuk mengadakan beberapa kurban yang akan membuat ia dikenal dan termasyur. Salah satu Kurban yang lumrah pada zaman itu adalah Viswajit (yang menaklukan dunia). Biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku Kurban itu sangat besar. Ia mengorbankan semua kekayaannya.
Vajasrava memutuskan untuk melakukan upacara Kurban ini daripada memilih Kurban lain dan menyerahkan kekayaannya kepada Brahmana. Tetapi sesungguhnya ia orang miskin, yang tidak puna kekayaan daging, biji-bijian maupun buah dan sapi. Puteranya yang muda mengamati semua ini dan merasa yakin ambisi ayahnya telah meleset. Tetapi ia mempunyai keyakinan yang besar dalam dirinya dan ia percaya bahwa dengan mengorbankan dirinya ia akan mampu menyelamatkan ayahnya dari fitnah dan dari kenikmatan semu. Lalu, ia pergi menghadap ayahnya dan menempatkan diri seolah-olah ia juga bagian dari miliknya.
“Ayahanda Tercinta, kepada siapa, kepada dewa apa Kurban yang sangat besar ini ayah lakukan?” kata pemuda itu dalam kesederhanaan imannya.
Ayahnya tidak memperhatikan pertanyaan puteranya. Dia tidak begitu tertarik untuk memperlakukan puteranya sebagai barang kepunyaannya. Ia hanyut rangkaian upacara Kurban. Tetapi puteranya Nachiketa tetap teguh. Ia kembali mengulang pertanyaannya. Aahnya tetap tidak memperhatikan. Kemudian, ia mengulang lagi pertanyaan untuk yang ketiga kalinya. Sang ayah menjadi marah atas kekurangajaran puteranya dan berkata menggertak. “Kamu pergi, menghadap Dewa Kematian dan, apakah aku Kurbankan dirimu. Jangan ganggu aku lagi.”
Nachiketa muda Heran mendengar jawabannya yang kedengaran aneh. Ia tahu bahwa ayahnya lepas kendali. Ia merasa bahwa dirinya tidak salah, tetapi ayahnya telah keburu marah. Ia sadar bahwa ia tidak terlalu bodoh kalau dibandingkan dengan anak-anak lain, tetapi ia merasa heran bagaimana ia bisa berguna bagi Yama, apabila ia pergi menghadap belia. Ia menghibur dirinya, dan berkata bahwa seperti biji-bijian, apakah manusia seperti biji-bijian yang jatuh ke tanah dan lalu lahir kembali. Barangkali hal ini bisa terjadi pada dirinya sendiri apabila ia pergi menghadap Yama. Demikianlah ia berpikir.
Benar seperti katanya dan permintaan sang ayah yang marah, Nachiketa pergi menghadap Dewa Kematian. Yama saat itu tidak ada di Istana yang letaknya pada pintu masuk dunia. Ia menunggu di pintu Istana Yama selama tiga hari panjang tanpa makan. Ketika Yama kembali pulang, ia terkejut melihat seorang Brahmana muda berada di depan pintu masuknya. Ia tahu bahwa Brahmana yang sedang berpuasa di pintunya dibayangkan sebagai orang yang baik. Lalu, ia segera memesankan air dan suguhan biasa lainnya untuk tamunya. Ia mengundang Nachiketa untuk duduk di dekat dia. Nachiketa meminta anugrah masing-masing bagi tiga hari puasa.
Menyelamatkan ayahnya merupakan pertimbangan Nachiketa yang pertama. Lalu, ia berkata pada Dewa kematian, “Terima kasih yang setinggi-tingginya. Dewa Agung atas karunia yang telah paduka limpahkan kepada diri hamba. Ijinkanlah ayah hamba merasa seperti ia yang keinginnya telah terpenuhi. Ijinkanlah ia menjadi orang periang yang baik dan ijinkanlah kemarahannya menjadi damai. Buatlah ia dapat menerima hamba seperti hari-hari yang sebelumnya setelah hamba kembali dari paduka. Ijinkanlah hal ini menjadi anuhgrahmu yang yang pertama.”
Dewa Yama segera berkata, “Hal ini akan terjadi. Ayahmu akan senang melihat kamu sekembali dari tempat pembicaraan kematian ini. Ia akan tidur dalam kedamaian setelah mampu memecahkan semua kemarahannya.”
Sementara menanyakan anugerah kedua, Nachiketa berkata, “Hamba mempelajari bahwa di sini, di surga tidak ada ketakutan. Tidak juga ada pada paduka sesuatu yang menghancurkan kehidupan. juga tidak ada usia tua membuat orang-orang bersedih dalam tempat bahagia sperti itu. Bebas dari rasa lapar dan haus yang datangnya tiba-tiba dan bebas dari kesedihan, orang-orang menikmati kehidupannya di sini tanpa suatu rintangan. Hamba amat yakin dan patut menadapat dan mengetahui dunia tersebut. Maka dari itu, O, Yama, berilah hamba pengetahuan. Hal ini hamba mohon kepada paduka sebagai anugrah ke dua.”
Yama sangat senang sekali mendengar pertanyaan Nachiketa.beliau memberikan ia pengetahuan sempurna tentang Kurban (yadnya) tertentu. Beliau mengajarkan ia bagaimana melakukan Kurban itu denngan tepat dan mengatakan kepada ia bahwa seseorang melakukan upacara Kurban itu akan masuk surga dan menikmati kehidupan di sana. Beliau lebih jauh mengatakan kepada dia bahwa yadnya atau Kurban khusus sejak itu dan selanjutnya dikenal di dunia dengan nama Nachiketa. Api yang digunakan dalam Kurban itu juga berasal dari namanya. Setelah menyampaikan pengetahuan itu kepada dia, Yama meminta ia agar bertanya untuk anugrah yang ketiga sekaligus terakhir.
Ketika manusia meninggal dunia, beberapa orang mengatakan bahwa ia hidup setelah mati, sementara yang lain mengatakan hal ini merupakan masalah yang sedang diperdebatkan dan banyak dibicarakan. Hamba ingin belajar yang pasti dari paduka mengenai kebenaran masalah ini. Ini anugrah yang hamba minta,” tanya Nachiketa dengan sederhana.
Yama tidak sedikitpun terkejut mendenga pertanyaan besar dari seorang penanya muda. Beliau mencoba menasehati Nachiketa agar tidak menanyakan pertanyaan sulit itu. Tetapi beliau gagal. Pada sisi lain, beliau membangkitkan keingintahuan Nachiketa lagi dengan jalan menjauhkan jawaban tadi.
“Pencari muda, mengapa tidak saja memilih beberapa anugrah lain? Bahkan dewa-dewa pun belum tentu tahu tentang hal ini. Juga tidak mudah memahami pokok masalah ini. Masalah ini terlalu halus. Aku minta kamu tidak membebani aku dengan jawaban pertanyaan sulit ini. Mengapa kamu desak aku demikian keras?”, pinta Yama Raja.
Nachiketa mendesak terus. “Benar sabda Dewa Yama. Jika apa yang paduka katakan itu benar, siapa lagi sekompeten paduka untuk memecahkan masalah ini Paduka menangani hidup dan mati dan tak seorangpun dapat mengetahui tujuan akhir jiwa manusia seperti paduka. Juga hamba tidak melihat anugrah lain apapun sebaik ini?”
Yama mencoba mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan anugrah-anugrah lain, tetapi pemuda ini tetap teguh dengan pendiriannya.
Mintalah putera-putera dan cucu-cucu yang akan hidup selama seratus tahun. Mintalah banyak ternak gajah, kuda dan emas. Mintalah tanah yang luas dan kamu bahkan boleh minta hidup sepanjang yang kamu inginkan. Kamu boleh minta anugrah lain yang setara dengan anugrah ini. Kamu boleh menguasai/memerintah dunia luas ini selama kamu inginkan dan aku akan memberikan kamu kekuatan untuk menikmati semua kesenangan-kesenangan yang mungkin di dunia. Kamu bebas bertanya dengan terbuka untuk pemenuhan semua keinginan yang biasanya sulit dipenuhi di dunia kelahiran. Gadis-gadis cantik perawan dengan kereta-kereta perang dan instrument musik akan ada di sini yang tak pernah dilihat oleh manusia. Tetapi atas perintah Aku, mereka akan menemui dan melayani kamu. Tetapi demi kepentingan dewa, jangan Tanya aku hal-hal tentang kehidupan setelah kematian,” kata Yama.
Tawaran ini adalah sebuah godaan yang menggiurkan bagi Nachiketa. Tetapi ia tetap teguh pada pendirian. Ia malahan tidak begitu memperhatikan godaan ini dan berkata, “Paduka, penghancur semua benda, bukankah semua benda-benda paduka sebutkan hanya bersifat temporer dan hanya sebentar, kehidupan yang sebentar? Apakah mereka tidak merusak dan melemahkan indria? Kehidupan ini pendek maka dari itu hamba tidak akan meminta satupun benda-benda yang paduka tawarkan dengan murah hati. Kereta-kereta perang dan gadis-gadis penari, hamba serahkan kepada paduka. Bukan karena kekayaan atau kesenangan saja jiwa manusia dapat dipuaskan. Di samping itu, kami akan meraih kekayaan ini apabila kita suatu saat melihat Paduka dan kami mau hidup sepanjang jalan paduka pilih dan berkuasa. Hamba tidak mau berpikir dengan semuanya ini. Hanya pengetahuan inilah yang hamba mohon dari paduka. Alangkah bodohnya manusia mau memanjakan diri dalam tarian dan nyanyian semata-mata dan berhasrat hidup lama tak ubahnya seekor binatang. Seorang yang ketika tahu hakikat hidup yang benar ia suatu saat akan bersentuhan dengan Paduka yang tidak pernah menjadi tua yang abadi! Maka dari itu, o Yama raja, ajarilah pada hambamu ini pengetahuan tentang hidup setelah mati, tentang pengetahuan yang bahkan dewa-dewa masih tetap mempertanyakan. Hamba tidak akan memilih anugrah apapun kecuali hal ini, solusi misteri-misteri ini.”
Ketika Yama tahu bahwa pengikut ini mempertaruhkan segalanya demi pertanyaan ini, beliau menjadi tak berdaya. Tetapi beliau berbahagia. Beliau melihat Nachiketa patut mengetahui kebenaran tertinggi. Ia memiliki keyakinan, keteguhan, kemurnian, kesederhanaan pikiran, keteguhan tujuan, bebas dari godaan-godaan dan yang lebih dari itu adalah keinginannya yang sungguh-sungguh untuk mengetahui kebenaran dan menyadarinya dalam kehidupannya.
Yama bersabda, “Hai, anak bijaksana, ada dua jalan selalu terbuka baik dan jalan preya atau kesenangan. Ia yang mengikuti jalan pertama akan mencapai tujuan sedangkan ia yang melalui jalan kedua akan binasa. Arif – bijaksana selalu memilih jalan yang benar. Kamu telah menampik jalan kepuasanya sensual dan telah memilih jalan Spirit yang membawa kebaikan permanent bagi kamu. Pada orang bodoh tidak ada kebahagian abadi dan ia akan terperangkap terus menerus dalam saranku. Namun, orang arif – bijaskana jumahnya sedikit. Merka mengikuti jalan ini. Tak diragukan lagi betapa halus dan sulitnya jalan itu. Pengetahuan tentang itupun begitu jarang. Juga orang yang mencapainya dan hanya mereka yang menyadarinya dapat menyampaikan pengetahuan itu kepada orang lain. Dengan itu dan logika pun kebenaran ini tidak dapat diraih. Kamu telah mengatasi semua godaan dan sekarang kamu patut mengetahui kebenaran tertinggi ini.”
“Orang arif-bijaksana meraih pengetahuan kuno tentang keimanenan Spirit yang menembus semua benda-benda dengan meditasi pada bathin dan lepas dari kesenangan dan kesedihan. Kebenaran ada di luar dualisme kehidupan seperti kesenangan dan kesedihan, sukses dan gagal, ada di luas semua realativitas. Veda atau kitab suci dan berbagai penembusan dosa bertujuan untuk mencapai tujuan ini. Para Shadaka besar mencoba mencapai hal ini dengan disiplin Brahmancharya. Simbul mistik dari kebenaran atas kebenaran-kebenaran adalah AUM.”
“Spirit yang maha Agung tidak pernah dilahirkan dan tidak pula pernah mati. Beliau adalah murni dan imanen. Beliau tidak dilahirkan dan beliau abadi dan beliau tidak mati ketika tubuh mati. Ia yang tak menginginkan apa-apa dan ia telah lepas dari kesedihan dapat memiliki visi dari kebenaran ini melalui indria-indria dan pikiran-pikiran yang telah disucikan.”
Spirit ini tidak dapat diketahui melalui pengajaran, juga tidak dapat dipakai melalui intelek dan juga tidak dapat dikuasai melalui pembelajaran yang banyak. Adalah melalui karunia Spirit saja seseorang dapat restu dengan pengetahuannya walaupun hal-hal ini benar-benar membantu proses.”
“Seseorang yang tidak menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan buruk dan ia yang pikirannya tidak tenang dan terpusatkan tidak mengharapkan untuk mengetahui kebenaran ini.”
“Tubuh manusia seperti sebuah kereta perang dan jiwa atau roh adalah kursinya. Indria-indrianya adalah kuda dan obyek-obyek sensual adalah jalan-jalan sepanjang perjalanan. Orang arif-bijaksanan yang tahu kebenaran berkata bahwa roh adalah sang penikmat melalui indria-indira dan pikiran yang terkekang tanpa pemahaman tidak dapat mengendalikan indria-indria yang tak ubahnya seperti kuda yang tak terkendali. Sebuah pikiran yang terkekang dengan pemahaman yang baik data menegndalikan indria-indria seperti seorang usir dan dapat mengendalikan kuda-kudanya dengan baik. Pikiran yang terkekang tidak dapat berkonsentrasi dan tidak dapat menjaga dirinya tetap murni, tidak dapat meraih tujuan hidup. Seseorang yang pikirannya terkendali dapat meraih suatu tempat dimana tidak ada lagi kelahiran kembali.”
“Sedikit orang yang melihat ke dalam dirinya sendiri dan mencoba menemukan dan menyadari Atman atau Spirit yang Agung. Sejak waktu penciptaan Spirit pergi ke luar, indira-indria dan pikiran memiliki kecenderungan berpaduan dengan dunia eksternal. Ia melihat ke dalam dirinya sendiri bahwa roh adalah sebagai saksi baik dalam kehidupan bermimpi maupun dalam keadaan sadar. Hanya melalui tenaga Spirit, indira-indria dapat berfungsi. Ia yang menyadari hal ini pergi jauh, lepas dari semua kesedihan.”
“Adalah dari Atman Agung ini matahari dan bulan dan semua kehidupan lahir. Dalam Atman itu semuanya menemukan tempatnya terakhir dan pemenuhannya. Atman ini memenuhi buana, di sini dan di tempat lain. Beliau adalah satu dan tak dapat dibagi lagi. Ia yang melihat dari yang satu di sini akan pergi, lepas dari kematian-kematian. Ia yang menyadari kesatuan hidup secara integrasl akan teranugrahi dan menjadi abadi.”
“Itulah atman sejati yang terjaga dalam keadaan seseorang tidur, membentuk benda-benda seperti dalam mimpi. Kekuatan itu bersemayam dalam kesadaran murni yaitu Brahman dan dari Brahmanlah semua dunia beserta isinya berpusat. Seperti apa yang mengasumsikan bentuk-bentuk yang tak terhitung banyaknya menurut objek-objek yang terbakar, Atman ada pada dalam inti semua benda-benda dan muncul berbeda dalam objek yang berbeda. Matahari yang seperti mata alam semesta tidak dipengaruhi oleh dosa dan kesedihan dunia.” “Beliau, Atman yang agung, pengendali tertinggi adalah esensi dalam dari semua makhluk. Beliaulah yang membentuk yang satu menjadi banyak. Mereka yang arif-bijaksana, dan berani melihat beliau dan menyadari beliau dalam roh-roh mereka adalah kenikmatan yang eternal dan bukan yang lain.” “Beliaulah yang abadi di antara banyak yang mudah lenyap, Beliaulah kehidupan dalam hidup. Beliaulah yang mengisi keinginan-keinginan dari semuanya. Mereka arif-bijaksana yang melihat beliau dan menaydari beliau dalam bathin mereka adalah kenikmatan mereka yang eksternal dan bukan yang lain.”
“Begitu kita mengamati benda, pertama kali kita melihat objek-objek dari indria-indria kita. Tetapi indria-indria kita lebih halus dari objek-objek begitu indria-indria kita melihat objek-objek itu. Tetapi elemen-elemen perta lebih halus daripada indria-indria kita sejak indria-indria kita terbuat dari elemen-elemen pertama. Pikiran adalah lebih unggul dan lebih ringan daripada elemen-elemen begitu pikiran menangkap elemen-elemen tersebut. Kekuatan dari pemahaman lenih unggul daripada pikiran begitu ia memiliki kekuatan diskriminasi, roh lebih agung dan halus daripada kekuatan pemahaman begitu roh bagian dan pecahan dari roh yang maha Agung.”
“Tetapi yang tidak berwujud lebih agung dan lebih besar dariapda roh yang maha Agung yang berwujud. Tetapi purusa jauh lebih agung daripada yang berwujud dan tak berwujud seperti sintesis dari dua mata uang secara integral. Tidak ada yang lebih luas, lebih agung atau lebih unggul daripada purusa, yang merupakan tujuan terakhir dalam eksistensi dan makhluk. Itulah tujuan dari semuana. “
“Beliau meresap ke semua mahkluk hidup secara rahasia dan tidak dapat dilihat secara nyata. Beliau hanya dapat ditangkap atau dirasakan hanya oleh orang yang mampu melihat sebelum terajdi melalui kekuatan pemahaman terpusat.”
“Ada suatu jalan yang dapat digunakan untuk mendkati Purusa itu. Orang arif-bijaskana yang mau memiliki visi dari realitas agung itu harus mengeluarkan tenaga. Kata-kata dan sebagainya. Dalam ppikiran, dalam kekuatan pemahaman, kekuatan itu lagi kembali ke dalam roh yang maha Agung, dan itu kembali lagi ke dalam Spirit yang penuh kedamaian tak terbatas.”
“Apabila kelima indria dan kekuatan persepsinya sesuai dengan pikiran tetap teguh dan apabila kekuatan pemahaman dipegang dalam kebimbangan, itulah kondisi pokok dari kesadaran manusia. Itulah disebut motivasi Yoga atau konsentrasi dan persatuan yang sempurna. Itulah ketetapan indria-indria dan memegangnya di sana. Lalu, manusia bebas dari sifat objektif dan ide-ide yang cepat hilang. Kondisi murni seperti kesadaran tidak dapat disadari dengan kekuatan ujaran dengan kekuatan pendengaran atau dengan pikiran. Ini dapat disadari dengan kekuatan ujaran dengan kekuatan pndengaran atau dengan pikiran. Ini dapat disadari hanya melalui keyakinan dan intuisi, disucikan melalui praktek yang panjang dan disiplin yang ketat. Apabila semua keinginan telah lenyap dan pikiran dan semua keragu-raguan telah dibersihkan, seseorang manusia menjadi abadi (Immortal).”
“Keimanenan agung itu tak dapat di ujarkan, tak dapat disentuh, tak dapat terbentuk dan tak pernah mati. Ia juga tidak dapat dirasakan atau dicium. Ia lebih kecil dari yang terkecil dan lebih besar dari yang terbesar. Ia adalah kebenaran terbesar. Realitas teragung dan ia yang mengetahui hal ini akan lepas dari kematian.”
“Bangunlah, bangkitlah, dekatilah mereka yang patut dihormati dan belajarlah mengenai kebenaran tersebut. Sempitkan jalan yang sulit untuk diarungi, tajamkan seperti mata pisau. Kesuksesan pasti diraih bagi mereka yang berani dan mau berusaha.”
Inilah pengetahuan tertinggi dan jalan yoga untuk mencapainya, seperti yang diajarkan oleh Yama kepada Nachiketa, sang pencari kebenaran tertinggi.


»»  Read More...