Yama adalah Dewa Kematian. Tugasnya adalah melihat apakah manusia telah diadili dengan benar. Beliau duduk dalam pengadilan atas semua tindakan makhluk hidup.
Seorang pencari kebenaran muda memberanikan diri pergi menghadap ke Dewa Kematian untuk mengetahui kebenaran tentang hakikat jiwa manusia dan tujuannya. Dengan pencariannya yang teguh dan tujuannya. Dengan pencariannya yang teguh dan dengan kesederhanaannya, ia membujuk Yama untuk mengajarkan pengetahuan mistik tentang jiwa dan Spirit yang Agung. Apa yang terjadi? Ia menggali dari yama ajaran tentang jalan realisasi kebenaran tertinggi. Jalan inilah yang kemudian dikembangkan menjadi aliran Yoga yang lebih ilmiah oleh Patanjali. Cerita berikut menguraikan pertualangan Nachiketa muda.
“Kehadapan dewa Kematian, apakah aku mengorbankan kamu,” kata seorang ayah Vajasrava yang sedang marah kepada Nachiketa muda. Ia menyatakan kehidupannya yang beruntung selama satu Kurban.
Vajasvara adalah seorang kepala rumah tangga ambisius dan selalu berpikir untuk mengadakan beberapa kurban yang akan membuat ia dikenal dan termasyur. Salah satu Kurban yang lumrah pada zaman itu adalah Viswajit (yang menaklukan dunia). Biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku Kurban itu sangat besar. Ia mengorbankan semua kekayaannya.
Vajasrava memutuskan untuk melakukan upacara Kurban ini daripada memilih Kurban lain dan menyerahkan kekayaannya kepada Brahmana. Tetapi sesungguhnya ia orang miskin, yang tidak puna kekayaan daging, biji-bijian maupun buah dan sapi. Puteranya yang muda mengamati semua ini dan merasa yakin ambisi ayahnya telah meleset. Tetapi ia mempunyai keyakinan yang besar dalam dirinya dan ia percaya bahwa dengan mengorbankan dirinya ia akan mampu menyelamatkan ayahnya dari fitnah dan dari kenikmatan semu. Lalu, ia pergi menghadap ayahnya dan menempatkan diri seolah-olah ia juga bagian dari miliknya.
“Ayahanda Tercinta, kepada siapa, kepada dewa apa Kurban yang sangat besar ini ayah lakukan?” kata pemuda itu dalam kesederhanaan imannya.
Ayahnya tidak memperhatikan pertanyaan puteranya. Dia tidak begitu tertarik untuk memperlakukan puteranya sebagai barang kepunyaannya. Ia hanyut rangkaian upacara Kurban. Tetapi puteranya Nachiketa tetap teguh. Ia kembali mengulang pertanyaannya. Aahnya tetap tidak memperhatikan. Kemudian, ia mengulang lagi pertanyaan untuk yang ketiga kalinya. Sang ayah menjadi marah atas kekurangajaran puteranya dan berkata menggertak. “Kamu pergi, menghadap Dewa Kematian dan, apakah aku Kurbankan dirimu. Jangan ganggu aku lagi.”
Nachiketa muda Heran mendengar jawabannya yang kedengaran aneh. Ia tahu bahwa ayahnya lepas kendali. Ia merasa bahwa dirinya tidak salah, tetapi ayahnya telah keburu marah. Ia sadar bahwa ia tidak terlalu bodoh kalau dibandingkan dengan anak-anak lain, tetapi ia merasa heran bagaimana ia bisa berguna bagi Yama, apabila ia pergi menghadap belia. Ia menghibur dirinya, dan berkata bahwa seperti biji-bijian, apakah manusia seperti biji-bijian yang jatuh ke tanah dan lalu lahir kembali. Barangkali hal ini bisa terjadi pada dirinya sendiri apabila ia pergi menghadap Yama. Demikianlah ia berpikir.
Benar seperti katanya dan permintaan sang ayah yang marah, Nachiketa pergi menghadap Dewa Kematian. Yama saat itu tidak ada di Istana yang letaknya pada pintu masuk dunia. Ia menunggu di pintu Istana Yama selama tiga hari panjang tanpa makan. Ketika Yama kembali pulang, ia terkejut melihat seorang Brahmana muda berada di depan pintu masuknya. Ia tahu bahwa Brahmana yang sedang berpuasa di pintunya dibayangkan sebagai orang yang baik. Lalu, ia segera memesankan air dan suguhan biasa lainnya untuk tamunya. Ia mengundang Nachiketa untuk duduk di dekat dia. Nachiketa meminta anugrah masing-masing bagi tiga hari puasa.
Menyelamatkan ayahnya merupakan pertimbangan Nachiketa yang pertama. Lalu, ia berkata pada Dewa kematian, “Terima kasih yang setinggi-tingginya. Dewa Agung atas karunia yang telah paduka limpahkan kepada diri hamba. Ijinkanlah ayah hamba merasa seperti ia yang keinginnya telah terpenuhi. Ijinkanlah ia menjadi orang periang yang baik dan ijinkanlah kemarahannya menjadi damai. Buatlah ia dapat menerima hamba seperti hari-hari yang sebelumnya setelah hamba kembali dari paduka. Ijinkanlah hal ini menjadi anuhgrahmu yang yang pertama.”
Dewa Yama segera berkata, “Hal ini akan terjadi. Ayahmu akan senang melihat kamu sekembali dari tempat pembicaraan kematian ini. Ia akan tidur dalam kedamaian setelah mampu memecahkan semua kemarahannya.”
Sementara menanyakan anugerah kedua, Nachiketa berkata, “Hamba mempelajari bahwa di sini, di surga tidak ada ketakutan. Tidak juga ada pada paduka sesuatu yang menghancurkan kehidupan. juga tidak ada usia tua membuat orang-orang bersedih dalam tempat bahagia sperti itu. Bebas dari rasa lapar dan haus yang datangnya tiba-tiba dan bebas dari kesedihan, orang-orang menikmati kehidupannya di sini tanpa suatu rintangan. Hamba amat yakin dan patut menadapat dan mengetahui dunia tersebut. Maka dari itu, O, Yama, berilah hamba pengetahuan. Hal ini hamba mohon kepada paduka sebagai anugrah ke dua.”
Yama sangat senang sekali mendengar pertanyaan Nachiketa.beliau memberikan ia pengetahuan sempurna tentang Kurban (yadnya) tertentu. Beliau mengajarkan ia bagaimana melakukan Kurban itu denngan tepat dan mengatakan kepada ia bahwa seseorang melakukan upacara Kurban itu akan masuk surga dan menikmati kehidupan di sana. Beliau lebih jauh mengatakan kepada dia bahwa yadnya atau Kurban khusus sejak itu dan selanjutnya dikenal di dunia dengan nama Nachiketa. Api yang digunakan dalam Kurban itu juga berasal dari namanya. Setelah menyampaikan pengetahuan itu kepada dia, Yama meminta ia agar bertanya untuk anugrah yang ketiga sekaligus terakhir.
Ketika manusia meninggal dunia, beberapa orang mengatakan bahwa ia hidup setelah mati, sementara yang lain mengatakan hal ini merupakan masalah yang sedang diperdebatkan dan banyak dibicarakan. Hamba ingin belajar yang pasti dari paduka mengenai kebenaran masalah ini. Ini anugrah yang hamba minta,” tanya Nachiketa dengan sederhana.
Yama tidak sedikitpun terkejut mendenga pertanyaan besar dari seorang penanya muda. Beliau mencoba menasehati Nachiketa agar tidak menanyakan pertanyaan sulit itu. Tetapi beliau gagal. Pada sisi lain, beliau membangkitkan keingintahuan Nachiketa lagi dengan jalan menjauhkan jawaban tadi.
“Pencari muda, mengapa tidak saja memilih beberapa anugrah lain? Bahkan dewa-dewa pun belum tentu tahu tentang hal ini. Juga tidak mudah memahami pokok masalah ini. Masalah ini terlalu halus. Aku minta kamu tidak membebani aku dengan jawaban pertanyaan sulit ini. Mengapa kamu desak aku demikian keras?”, pinta Yama Raja.
Nachiketa mendesak terus. “Benar sabda Dewa Yama. Jika apa yang paduka katakan itu benar, siapa lagi sekompeten paduka untuk memecahkan masalah ini Paduka menangani hidup dan mati dan tak seorangpun dapat mengetahui tujuan akhir jiwa manusia seperti paduka. Juga hamba tidak melihat anugrah lain apapun sebaik ini?”
Yama mencoba mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan anugrah-anugrah lain, tetapi pemuda ini tetap teguh dengan pendiriannya.
Mintalah putera-putera dan cucu-cucu yang akan hidup selama seratus tahun. Mintalah banyak ternak gajah, kuda dan emas. Mintalah tanah yang luas dan kamu bahkan boleh minta hidup sepanjang yang kamu inginkan. Kamu boleh minta anugrah lain yang setara dengan anugrah ini. Kamu boleh menguasai/memerintah dunia luas ini selama kamu inginkan dan aku akan memberikan kamu kekuatan untuk menikmati semua kesenangan-kesenangan yang mungkin di dunia. Kamu bebas bertanya dengan terbuka untuk pemenuhan semua keinginan yang biasanya sulit dipenuhi di dunia kelahiran. Gadis-gadis cantik perawan dengan kereta-kereta perang dan instrument musik akan ada di sini yang tak pernah dilihat oleh manusia. Tetapi atas perintah Aku, mereka akan menemui dan melayani kamu. Tetapi demi kepentingan dewa, jangan Tanya aku hal-hal tentang kehidupan setelah kematian,” kata Yama.
Tawaran ini adalah sebuah godaan yang menggiurkan bagi Nachiketa. Tetapi ia tetap teguh pada pendirian. Ia malahan tidak begitu memperhatikan godaan ini dan berkata, “Paduka, penghancur semua benda, bukankah semua benda-benda paduka sebutkan hanya bersifat temporer dan hanya sebentar, kehidupan yang sebentar? Apakah mereka tidak merusak dan melemahkan indria? Kehidupan ini pendek maka dari itu hamba tidak akan meminta satupun benda-benda yang paduka tawarkan dengan murah hati. Kereta-kereta perang dan gadis-gadis penari, hamba serahkan kepada paduka. Bukan karena kekayaan atau kesenangan saja jiwa manusia dapat dipuaskan. Di samping itu, kami akan meraih kekayaan ini apabila kita suatu saat melihat Paduka dan kami mau hidup sepanjang jalan paduka pilih dan berkuasa. Hamba tidak mau berpikir dengan semuanya ini. Hanya pengetahuan inilah yang hamba mohon dari paduka. Alangkah bodohnya manusia mau memanjakan diri dalam tarian dan nyanyian semata-mata dan berhasrat hidup lama tak ubahnya seekor binatang. Seorang yang ketika tahu hakikat hidup yang benar ia suatu saat akan bersentuhan dengan Paduka yang tidak pernah menjadi tua yang abadi! Maka dari itu, o Yama raja, ajarilah pada hambamu ini pengetahuan tentang hidup setelah mati, tentang pengetahuan yang bahkan dewa-dewa masih tetap mempertanyakan. Hamba tidak akan memilih anugrah apapun kecuali hal ini, solusi misteri-misteri ini.”
Ketika Yama tahu bahwa pengikut ini mempertaruhkan segalanya demi pertanyaan ini, beliau menjadi tak berdaya. Tetapi beliau berbahagia. Beliau melihat Nachiketa patut mengetahui kebenaran tertinggi. Ia memiliki keyakinan, keteguhan, kemurnian, kesederhanaan pikiran, keteguhan tujuan, bebas dari godaan-godaan dan yang lebih dari itu adalah keinginannya yang sungguh-sungguh untuk mengetahui kebenaran dan menyadarinya dalam kehidupannya.
Yama bersabda, “Hai, anak bijaksana, ada dua jalan selalu terbuka baik dan jalan preya atau kesenangan. Ia yang mengikuti jalan pertama akan mencapai tujuan sedangkan ia yang melalui jalan kedua akan binasa. Arif – bijaksana selalu memilih jalan yang benar. Kamu telah menampik jalan kepuasanya sensual dan telah memilih jalan Spirit yang membawa kebaikan permanent bagi kamu. Pada orang bodoh tidak ada kebahagian abadi dan ia akan terperangkap terus menerus dalam saranku. Namun, orang arif – bijaskana jumahnya sedikit. Merka mengikuti jalan ini. Tak diragukan lagi betapa halus dan sulitnya jalan itu. Pengetahuan tentang itupun begitu jarang. Juga orang yang mencapainya dan hanya mereka yang menyadarinya dapat menyampaikan pengetahuan itu kepada orang lain. Dengan itu dan logika pun kebenaran ini tidak dapat diraih. Kamu telah mengatasi semua godaan dan sekarang kamu patut mengetahui kebenaran tertinggi ini.”
“Orang arif-bijaksana meraih pengetahuan kuno tentang keimanenan Spirit yang menembus semua benda-benda dengan meditasi pada bathin dan lepas dari kesenangan dan kesedihan. Kebenaran ada di luar dualisme kehidupan seperti kesenangan dan kesedihan, sukses dan gagal, ada di luas semua realativitas. Veda atau kitab suci dan berbagai penembusan dosa bertujuan untuk mencapai tujuan ini. Para Shadaka besar mencoba mencapai hal ini dengan disiplin Brahmancharya. Simbul mistik dari kebenaran atas kebenaran-kebenaran adalah AUM.”
“Spirit yang maha Agung tidak pernah dilahirkan dan tidak pula pernah mati. Beliau adalah murni dan imanen. Beliau tidak dilahirkan dan beliau abadi dan beliau tidak mati ketika tubuh mati. Ia yang tak menginginkan apa-apa dan ia telah lepas dari kesedihan dapat memiliki visi dari kebenaran ini melalui indria-indria dan pikiran-pikiran yang telah disucikan.”
Spirit ini tidak dapat diketahui melalui pengajaran, juga tidak dapat dipakai melalui intelek dan juga tidak dapat dikuasai melalui pembelajaran yang banyak. Adalah melalui karunia Spirit saja seseorang dapat restu dengan pengetahuannya walaupun hal-hal ini benar-benar membantu proses.”
“Seseorang yang tidak menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan buruk dan ia yang pikirannya tidak tenang dan terpusatkan tidak mengharapkan untuk mengetahui kebenaran ini.”
“Tubuh manusia seperti sebuah kereta perang dan jiwa atau roh adalah kursinya. Indria-indrianya adalah kuda dan obyek-obyek sensual adalah jalan-jalan sepanjang perjalanan. Orang arif-bijaksanan yang tahu kebenaran berkata bahwa roh adalah sang penikmat melalui indria-indira dan pikiran yang terkekang tanpa pemahaman tidak dapat mengendalikan indria-indria yang tak ubahnya seperti kuda yang tak terkendali. Sebuah pikiran yang terkekang dengan pemahaman yang baik data menegndalikan indria-indria seperti seorang usir dan dapat mengendalikan kuda-kudanya dengan baik. Pikiran yang terkekang tidak dapat berkonsentrasi dan tidak dapat menjaga dirinya tetap murni, tidak dapat meraih tujuan hidup. Seseorang yang pikirannya terkendali dapat meraih suatu tempat dimana tidak ada lagi kelahiran kembali.”
“Sedikit orang yang melihat ke dalam dirinya sendiri dan mencoba menemukan dan menyadari Atman atau Spirit yang Agung. Sejak waktu penciptaan Spirit pergi ke luar, indira-indria dan pikiran memiliki kecenderungan berpaduan dengan dunia eksternal. Ia melihat ke dalam dirinya sendiri bahwa roh adalah sebagai saksi baik dalam kehidupan bermimpi maupun dalam keadaan sadar. Hanya melalui tenaga Spirit, indira-indria dapat berfungsi. Ia yang menyadari hal ini pergi jauh, lepas dari semua kesedihan.”
“Adalah dari Atman Agung ini matahari dan bulan dan semua kehidupan lahir. Dalam Atman itu semuanya menemukan tempatnya terakhir dan pemenuhannya. Atman ini memenuhi buana, di sini dan di tempat lain. Beliau adalah satu dan tak dapat dibagi lagi. Ia yang melihat dari yang satu di sini akan pergi, lepas dari kematian-kematian. Ia yang menyadari kesatuan hidup secara integrasl akan teranugrahi dan menjadi abadi.”
“Itulah atman sejati yang terjaga dalam keadaan seseorang tidur, membentuk benda-benda seperti dalam mimpi. Kekuatan itu bersemayam dalam kesadaran murni yaitu Brahman dan dari Brahmanlah semua dunia beserta isinya berpusat. Seperti apa yang mengasumsikan bentuk-bentuk yang tak terhitung banyaknya menurut objek-objek yang terbakar, Atman ada pada dalam inti semua benda-benda dan muncul berbeda dalam objek yang berbeda. Matahari yang seperti mata alam semesta tidak dipengaruhi oleh dosa dan kesedihan dunia.” “Beliau, Atman yang agung, pengendali tertinggi adalah esensi dalam dari semua makhluk. Beliaulah yang membentuk yang satu menjadi banyak. Mereka yang arif-bijaksana, dan berani melihat beliau dan menyadari beliau dalam roh-roh mereka adalah kenikmatan yang eternal dan bukan yang lain.” “Beliaulah yang abadi di antara banyak yang mudah lenyap, Beliaulah kehidupan dalam hidup. Beliaulah yang mengisi keinginan-keinginan dari semuanya. Mereka arif-bijaksana yang melihat beliau dan menaydari beliau dalam bathin mereka adalah kenikmatan mereka yang eksternal dan bukan yang lain.”
“Begitu kita mengamati benda, pertama kali kita melihat objek-objek dari indria-indria kita. Tetapi indria-indria kita lebih halus dari objek-objek begitu indria-indria kita melihat objek-objek itu. Tetapi elemen-elemen perta lebih halus daripada indria-indria kita sejak indria-indria kita terbuat dari elemen-elemen pertama. Pikiran adalah lebih unggul dan lebih ringan daripada elemen-elemen begitu pikiran menangkap elemen-elemen tersebut. Kekuatan dari pemahaman lenih unggul daripada pikiran begitu ia memiliki kekuatan diskriminasi, roh lebih agung dan halus daripada kekuatan pemahaman begitu roh bagian dan pecahan dari roh yang maha Agung.”
“Tetapi yang tidak berwujud lebih agung dan lebih besar dariapda roh yang maha Agung yang berwujud. Tetapi purusa jauh lebih agung daripada yang berwujud dan tak berwujud seperti sintesis dari dua mata uang secara integral. Tidak ada yang lebih luas, lebih agung atau lebih unggul daripada purusa, yang merupakan tujuan terakhir dalam eksistensi dan makhluk. Itulah tujuan dari semuana. “
“Beliau meresap ke semua mahkluk hidup secara rahasia dan tidak dapat dilihat secara nyata. Beliau hanya dapat ditangkap atau dirasakan hanya oleh orang yang mampu melihat sebelum terajdi melalui kekuatan pemahaman terpusat.”
“Ada suatu jalan yang dapat digunakan untuk mendkati Purusa itu. Orang arif-bijaskana yang mau memiliki visi dari realitas agung itu harus mengeluarkan tenaga. Kata-kata dan sebagainya. Dalam ppikiran, dalam kekuatan pemahaman, kekuatan itu lagi kembali ke dalam roh yang maha Agung, dan itu kembali lagi ke dalam Spirit yang penuh kedamaian tak terbatas.”
“Apabila kelima indria dan kekuatan persepsinya sesuai dengan pikiran tetap teguh dan apabila kekuatan pemahaman dipegang dalam kebimbangan, itulah kondisi pokok dari kesadaran manusia. Itulah disebut motivasi Yoga atau konsentrasi dan persatuan yang sempurna. Itulah ketetapan indria-indria dan memegangnya di sana. Lalu, manusia bebas dari sifat objektif dan ide-ide yang cepat hilang. Kondisi murni seperti kesadaran tidak dapat disadari dengan kekuatan ujaran dengan kekuatan pendengaran atau dengan pikiran. Ini dapat disadari dengan kekuatan ujaran dengan kekuatan pndengaran atau dengan pikiran. Ini dapat disadari hanya melalui keyakinan dan intuisi, disucikan melalui praktek yang panjang dan disiplin yang ketat. Apabila semua keinginan telah lenyap dan pikiran dan semua keragu-raguan telah dibersihkan, seseorang manusia menjadi abadi (Immortal).”
“Keimanenan agung itu tak dapat di ujarkan, tak dapat disentuh, tak dapat terbentuk dan tak pernah mati. Ia juga tidak dapat dirasakan atau dicium. Ia lebih kecil dari yang terkecil dan lebih besar dari yang terbesar. Ia adalah kebenaran terbesar. Realitas teragung dan ia yang mengetahui hal ini akan lepas dari kematian.”
“Bangunlah, bangkitlah, dekatilah mereka yang patut dihormati dan belajarlah mengenai kebenaran tersebut. Sempitkan jalan yang sulit untuk diarungi, tajamkan seperti mata pisau. Kesuksesan pasti diraih bagi mereka yang berani dan mau berusaha.”
Inilah pengetahuan tertinggi dan jalan yoga untuk mencapainya, seperti yang diajarkan oleh Yama kepada Nachiketa, sang pencari kebenaran tertinggi.
»» Read More...