20 February 2010

BHAKTIMARGA


Hidup manusia tidak selamanya manis, enak dan menyenangkan, tetapi terkadang juga mengalami pasang surut laksana gelombang di tepi laut. Dalam pegangan hidup, pegangan spiritual, moral dan etika, ibarat sebuah perahu tanpa nahkoda, akan selalu terombang-ambing, terhempas dan mungkin terjerembab ke dasar lautan. Hidup dan kehidupan mesti dinikmati bagaikan seorang peselancar yang mahir, selalu tersenyum riang meniti gelombang, walaupun sekali waktu ia harus tergulung ombak yang besar karena tiupan angin yang kencang.
Menurut kitab suci Bhagawadgita (XIII.9), setiap orang dibelenggu oleh enam hal, yakni : Janma-mrtyu (kelahiran-kematian), jara-vyadhi (usia tua-penyakit), dukha-dosa (duka-dosa). Belenggu tersebut mesti dialami oleh setiap orang, dalam kondisi yang berbeda-beda,seperti umurnya pendek, baru beberapa saat setelah lahir kemudian meninggal atau ada yang memiliki umur panjang, dengan berbagai pengalaman suka dan duka dalam meniti kehidupan. Setiap orang tidak dapat melepaskan diri dari ketuaan, penyakit, penderitaan dan dosa. Bila kita kaji lebih jauh, frekwensi antara suka dan duka, nampaknya kesukaan atau kegembiraan hidup, pada umumnya lebih banyak dinikmati oleh umat manusia. Penderitaan tidak dapat dihindari. Penderitaa atau kedukaan mesti dihadapi. Bagi seseorang yang telah memiliki kebijaksanaan, keluhuran budi atau intelek, maka penderitaan dipandang sebagai awan-awan di langit yang pada saatnya akan lenyap dalam berbagai bentuk, ada yang langsung menjadi hujan, ada juga yang menjauh, tidak menutupi langit di atas kepala kita. Badai tidak ada jalan lain kecuali mencari perlindungan yang sejati, tidak ada lain kecuali datang dari pada-Nya.
Ajaran suci diturunkan oleh Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa kemudian dirumuskan menjadi ajaran agama merupakan pegangan hidup dan kehidupan umat manusia. Seseorang yang memiliki pegangan yang jelas tidak akan khawatir dalam meniti kehidupan. Ajaran agama membimbing manusia bagaimana seharusnya hidup, bagaimana meniti hidup, berbagai bimbingan yang mengarahkan umat manusia menuju kesempurnaan hidup.
Dalam kehidupan ini, banyak hal yang dapat menjerumuskan diri manusia menuju jurang kehancuran. Diantara banyak hal yang menjerumuskan diri manusia, kitab suci Bhagavadgita menyatakan adanya 3 sifat atau dorongan, yaitu nafsu (kama), emosi (Krodha) dan ambisi (Lobha) yang digambarkan sebagai tiga pintu gerbang menuju neraka :

Tri-vidham naraksayedam
Dvaram nasanam atmanah
Kamah krodhas tatha lobhas
Tasmad etat tryam tyajet

Bhagavadgita XVI.21

(Inilah tiga pintu gerbang menuju neraka, jalan menuju jurang kehancuran diri, yaitu : nafsu (Kama) amarah (Krodha) dan ambisi/serakah (Lobha), setiap orang harus meninggalkan sifat ini)

Tiga sifat buruk tersebt di atas bila bergabung dengan Sad Ripu (enam musuh dalam diri manusia), Sapta Timira (tujuh kemabukan duniawi) dan lain-lain, jelas akan menjerumuskan hidup dan kehidupan umat manusia. Selanjutya bila kita mengkaji tujuan dan missi hidup manusia di dunia ini tidak lain adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan bathin, dengan missi selalu berusaha dan terus menerus memperbaiki dirinya sendiri.
Membicarakan umat manusia, maka dalam ajaran Hindu dinyatakan bahwa pada diri setiap mahluk terdapat jiwa yang tidak lain merupakan perwujudkan atau eskpresi dari Atman, percikan dan bagian dari siar suci-Nya. Sesuai degan sifat Atman, maka sesungguhnya hati nurani umat manusia selalu suci, seperti halnya sifat-sifat Paramatman, Tuhan Yang Maha Esa, jiwa dari seluruh alam semesta. Bila pada diri setiap umat manusia terdapat Atman yang luhur sifatnya, maka seseorang hendaknya mampu mengekspresikan sifat-sifat luhur dari diri umat manusia. Manusia sesuai dengan arti katanya berasal dari kata Manu, kemudian berubah menjadi manusya (yang berarti yang memiliki akal-pikiran/mind), dengan demikian sesungguhnya Atman memancarkan budi pekerti yang luhur, memiliki sifat yang arif dan bijaksana yang dalam bahasa Sanskerta, status manusya ditingkatkan menjadi Madhava-Madhava (dari kata Madhu, yang berarti yang memiliki kemanisan hidup dan sifat lemah lembut, kasih kepada-Nya dan segala ciptaan-Nya.
Sebagai telah dipahami, bahwa Bakti Marga adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jala ini disebut jalan yang paling mudah, sederhana dan tidak memerlukan biaya yang banyak, dan hampir seluruh umat Hindu menempuh jalan Bhakti ini. Dari ajaran Bhakti inilah muncul seni pengarcaan (membuat arca, sebagai sarana memuja keagungan-Nya, membuat bangunan suci yang indah dan sebagainya). Selanjutnya hidup tanpa seni, maka hidup seakan-akan kering tidak bermakna, oleh karena terdapat unsure seni dalam ajaran agama Hindu, maka unsur keindahan selalu ditonjolkan.
Pokok-pokok ajaran tentang Bhakti Marga dapat kita jumpai dalam kitab-kitab Suci Veda, menunjukkan bahwa sejak Veda diturunkan dan diterima oleh para rsi (rsi agung atau maharsi) mengembangkan unsur Bhakti dalam dirinya. Berikut ini kami kutipkan mantram-mantram Veda yang mengajarkan ajaran Bhakti Marga, sebagai berikut :
Om bhur bhuvah svah
Tat savitur varenyam
Bhargo devasyo dhimahi
Dhiyoyo nah pracodayat

Yajurveda XXXVI.3.

(Ya Yuhan Yang Maha Kuasa, sumber segala yang ada, luhur dan maha mulia, pencipta alam semesta. Kami memuja kemaha muliaan-Mu, anugrahkanlah kecerdasan dan budi pekerti yang luhur kepada kami).


0 comments:

Post a Comment